Pembicaraan:Perang Bubat

Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.

Kalimat ini:

Di mana Raden Wijaya yang menjadi pendiri kerajaan Majapahit adalah keturunan Pajajaran dari Dyah Singamurti atau Dyah Lembu Tal yang bersuamikan Rakean Jayadarma menantu Mahisa Campaka, kakak dari Rakean Ragasuci yang kemudian memerintah di Kawali.

panjang sekali dan kurang jelas maksudnya. Ada yg bisa memperjelas? Hayabusa future 11:20, 5 Jun 2005 (UTC)

[sunting] kontroversi

Saya sering mendengar kontroversi mengenai kejadian perang Bubat. Bukan apa2, isunya sih bernuansa tuduhan kepada pihak Belanda (jaman dijajah) dalam rangka mengadu domba masyarakat di Nusantara, khususnya antara orang Sunda dan Jawa. Dalam beberapa buku sejarah (Nusantara, Jawa), kejadian perang Bubat ini memang hampir selalu muncul dalam episode Majapahit yang besar itu. Dalam suatu buku mengenai Gajahmada yang pernah saya baca pun, kejadian perang Bubat dibahas cukup panjang, terutama merujuk pada Kidung Sunda atau Kidung Sundayana.

Nah, barangkali di antara rekan (terutama dari daerah Jawa), apalagi yang mendalami sejarah, mungkin anda bisa melengkapi kontroversi ini. Misalnya, naskah apa saja yang memuat (dan tidak memuat) kejadian perang Bubat, kuat tidaknya naskah tersebut dijadikan sumber rujukan sejarah, dan sebagainya. kandar 08:02, 16 Januari 2006 (UTC)

[sunting] Sumpah Palapa, Skandal Bubat dan Nasionalisme Indonesia

Tragedi Bubat bagaimanapun tidak terlepas dari arogansi Gajah Mada yang menganggap bangsa-bangsa lain di nusantara lebih inferior dibanding superioritas Majapahit ketika itu, dan hal ini dia artikulasikan dengan Sumpah Palapa - yang pada akhirnya menggiring Majapahit ke dalam perang dengan Kerajaan Pajajaran.

Bagi kita yang telah hidup dalam era Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan mengkaji dan mengungkap peristiwa-peristiwa terdahulu hendaknya kita dapat mengambil hikmah dan pelajaran, sehingga kita dapat membangun kehidupan kebangsaan yang didasari atas kesetaraan dan keadilan - Nasionalisme Indonesia.

Sayangnya, sampai saat ini sebagian dari bangsa ini masih belum dapat keluar dari bayang-bayang masa lalu, dan menginginkan agar kehidupan bangsa ini didasari dan dibangun di atas semangat dan nilai-nilai lama, diantaranya adalah dengan mengambil simbol-simbol penjajahan seperti Sumpah Palapa sebagai alat pemersatu.

Untuk dapat membangun kesatuan dan persatuan nasional yang sejati, maka bangsa ini harus mampu merumuskan kembali semangat dan nilai-nilai kebangsaannya yang baru, dengan dilandasi keadilan dan kesetaraan - bukannya semangat dan nilai-nilai kebangsaan semu yang dibangun atas dasar dominasi dan hegemoni.

--Raspati 14:50, 8 Desember 2006 (UTC)