Majelis Syuro Muslimin Indonesia

Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.

Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia atau Masyumi (Bahasa Inggris: Consultative Council of Muslim Indonesians) adalah sebuah partai politik yang berdiri pada tanggal 7 November 1945 di Yogyakarta. Partai ini didirikan melalui sebuah Kongres Umat Islam pada 7-8 November 1945, dengan tujuan sebagai partai politik yang dimiliki oleh umat Islam dan sebagai partai penyatu umat Islam dalam bidang politik.

Masyumi pada akhirnya dibubarkan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1960 dikarenakan tokoh-tokohnya dicurigai terlibat dalam pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Pada masa pemerintahan Soeharto, terjadi rehabilitasi sebagian dari Masyumi, di mana beberapa tokoh-tokoh Masyumi diperbolehkan aktif kembali dalam politik dengan meleburkan diri ke dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Daftar isi

[sunting] Organisasi pendiri

Masyumi pada awalnya didirikan 24 Oktober 1943 sebagai pengganti MIAI karena Jepang memerlukan suatu badan untuk menggalang dukungan masyarakat Indonesia melalui lembaga agama Islam. Meskipun demikian, Jepang tidak terlalu tertarik dengan partai-partai Islam yang telah ada di jaman Belanda yang kebanyakan berlokasi di perkotaan dan berpola pikir modern, sehingga pada minggu-minggu pertama, Jepang telah melarang PSII (Partai Syarikat Islam Indonesia) dan PII (Partai Islam Indonesia). Selain itu Jepang juga berusaha memisahkan golongan cendekiawan Islam di perkotaan dengan para kyai di pedesaan. Para kyai di pedesaan memainkan peranan lebih penting bagi Jepang karena dapat menggerakkan masyarakat mendukung Perang Pasifik, sebagai buruh atau tentara. Setelah gagal mendapatkan dukungan dari kalangan nasionalis di dalam Putera, Jepang mendirikan Masyumi.

Masyumi pada jaman pendudukan Jepang belum menjadi partai namun merupakan federasi dari empat organisasi Islam yang diijinkan pada masa itu, yaitu Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persatuan Umat Islam, dan Persatuan Umat Islam Indonesia.[1]

Nahdlatul Ulama (NU) adalah salah satu organisasi massa Islam yang sangat berperan dalam pembentukan Masyumi. Tokoh NU, KH Hasyim Asy'arie, terpilih sebagai pimpinan tertinggi Masyumi saat itu. Tokoh-tokoh NU lainnya banyak yang duduk dalam kepengurusan Masyumi dan karenanya keterlibatan NU dalam masalah politik menjadi sulit dihindari. Nahdlatul Ulama kemudian keluar dari Masyumi melalui surat keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada tanggal 5 April 1952 akibat adanya pergesekan politik di antara kaum intelektual Masyumi yang ingin melokalisasi para kiai NU pada persoalan agama saja.

Hubungan antara Muhammadiyah dengan Masyumi pun mengalami pasang surut secara politis, dan sempat merenggang pada saat Pemilu 1955. Muhammadiyah pun melepaskan keanggotaan istimewanya pada Masyumi menjelang pembubaran Masyumi pada tahun 1960.

[sunting] Pemilu 1955

Hasil penghitungan suara dalam Pemilu 1955 [2] menunjukkan bahwa Masyumi mendapatkan suara yang signifikan dalam percaturan politik pada masa itu:

  1. Partai Nasional Indonesia (PNI) - 8,4 juta suara (22,3%)
  2. Masyumi - 7,9 juta suara (20,9%)
  3. Nahdlatul Ulama - 6,9 juta suara (18,4%)
  4. Partai Komunis Indonesia (PKI) - 6,1 juta suara (16%)

Dari pemilu 1955 ini, Masyumi mendapatkan 57 kursi di parlemen.

[sunting] Tokoh

Di antara tokoh-tokoh Masyumi yang cukup dikenal adalah:

  • KH Hasyim Asy'arie
  • KH Wahid Hasjim, yang juga adalah putra dari KH Hasyim Asy'arie.
  • Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka), menjadi wakil Masyumi dalam Konstituante
  • Muhammad Natsir,menteri penerangan di kabinet presidentil masa revolusi ,Perdana Menteri Pertama NKRI, terkenal dengan Mosi Integral Natsir yang mengubah Republik Indonesia Serikat menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia
  • Syafrudin Prawiranegara,Menteri Kemakmuran di kabinet presidentil masa revolusi,Ketua Pemerintah Darurat Republik Indonesia,Gubernur Bank Indonesia Pertama, terkenal dengan kebijakan Gunting Sjafrudin
  • Kasman Singodimejo,Daidan PETA daerah Jakarta, tanpa jaminan keamanan dari Daidan PETA Jakarta tidak akan ada rapat umum IKADA & Proklamasi Kemerdekaan NKRI

[sunting] Catatan kaki

  1. ^ Sejarah Singkat Universitas Islam Indonesia
  2. ^ Kisah Dua Saudara NU dan Muhammadiyah

[sunting] Pranala luar