Gereja Katolik-Yunani Melkit

Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.

Gereja Katolik-Yunani Melkit (Bahasa Arab : كنيسة الروم الكاثوليك, Kanīsät ar-Rūm al-Kāthūlīk) adalah sebuah Gereja Partikular sui iuris Ritus Timur dalam Gereja Katolik yang berada dalam persekutuan penuh dengan Paus. Mulanya Gereja ini berlokasi di Timur Tengah, tetapi kini umat Katolik-Yunani Melkit banyak yang telah tersebar ke seluruh dunia. Bahasa Arab adalah bahasa liturgis Gereja ini.

Daftar isi

[sunting] Nama

Tiap kata dalam nama Gereja Katolik-Yunani Melkit memiliki arti tersendiri. Kata Melkit berasal dari kata Bahasa Syria yang artinya kaisar, yang awalnya merupakan nama sindiran bagi umat Kristiani Timur Tengah yang tunduk pada keputusan Konsili Khalsedon (451) dan Kaisar Byzantium. Nama itu diberikan oleh kaum anti-Khalsedonia (kaum Ortodoks Oriental).Kata Yunani menunjuk pada ritus Byzantium yang digunakan Gereja ini. Kata Katolik digunakan untuk menunjukan penerimaan Gereja ini atas wewenang Paus.

Namanya dalam Bahasa Arab, yakni bahasa resmi Gereja ini, adalah ar-Rūm al-Kathūlīk (الروم الكثوليك), yang meskipun kedengarannya seperti 'Katolik Roma', adalah kata dalam Bahasa Arab untuk 'Katolik Byzantium' atau 'Katolik Yunani' (kata lain yang juga digunakan adalah مالكى, Mālikī).

[sunting] Sejarah

Gereja Katolik Melkit berawal dari pendirian Kekristenan di Timur Tengah. Ketika Kekristenan mulai menyebar, para murid Kristus mewartakan Injil ke seluruh kawasan itu dan untukertama kalinya disebut "Kristen" di Kota Antiokhia (Kis. 11:26), tahta historis dari Patriarkat Katolik Melkit. Beberapa puak Melkit percaya bahwa leluhur mereka menerima warta Injil dari salah seorang Rasul Kristus, dan bahkan ada yang menerimanya dari Kristus sendiri.

Akibat emigrasi besar-besaran dari Timur tengah, yang diawali dengan pembantaian Damaskus pada tahun 1860, yang merenggut korban dari sebagian besar komunitas-komunitas Kristiani, kini Gereja Katolik Melkit didirikan di seluruh dunia dan keanggotaannya tidak lagi eksklusif warga keturunan Timur Tengah. Perkembangan ini disebut "Diaspora". Banyak orang di Amerika Utara dan Selatan, Eropa, dan Australia kini dapat beribadah di Gereja yang sangat dekat hubungannya dengan negeri-negeri tempat Yesus dan para rasul-Nya pernah berjalan, berdakwah dan mewartakan Khabar Baik bagi seluruh Dunia.

Gereja Katolik-Yunani Melkit berasal dari berbagai komunitas Kristiani di kawasan Levant dan Mesir. Kepemimpinan Gereja ini memegang jabatan tiga dari patriarkat-patriarkat apostolik kuno: Alexandria, Antiokhia, dan Yerusalem. Sejarah Gereja ini dan hubungannya dengan Gereja-Gereja lain kerap diringkas dalam empat momentum penentu sebagai berikut:

[sunting] Akibat konsili ekumenis keempat

[sunting] Fusi dengan bahasa dan budaya Arab

[sunting] Persatuan dengan Tahta Suci Roma

Momentum penentu ketiga adalah Konsili-Konsili Reuni dalam mana para hirarki Ortodoks menerima perstuan dengan Tahta Suci Roma setelah melewati suatu periode skisma yang panjang. Pada tahun 1054, Patriark Mikhael Kerularios dan Kardinal Humbert dari Silva Candida saling mengekskomunikasi. Banyak teolog menganggap kejadian ini sebagai awal terjadinya skisma yang masih berjalan hingga saat ini. Beberapa pakar sejarah, sebaliknya, menyatakan bahwa Perang Salib serta akibat-akibatnya menimbulkan keterasingan dari Barat yang dirasakan oleh umat Kristiani Timur. Patriark Petrus III dari Antiokhia menolak perselisihan Kardinal Latin dengan Patriark Konstantinopel itu. Pada tahun 1965, Sri Paus Paulus VI dan Patriark Athenagoras I "memutuskan agar ekskomunikasi-ekskomunikasi tersebut dilupakan."

Meskipun demikian para prajurit Perang Salib memaksakan masuknya para prelatus Latin ke dalam tahta-tahta apostolik di Timur, dan pada Perang Salib IV terjadi penjarahan kota besar Konstantinopel dan pendudukannya oleh para "prajurit Perang Salib" lima puluh tujuh tahun lamanya. Peristiwa-peristiwa ini mengakibatkan perselisihan para pejabat Gereja tadi menjadi masalah umat pula akan tetapi tidak ada pernyataan skisma secara resmi. Oleh karena tidak pernah ada perpisahan secara resmi dalam Skisma Timur-Barat ini, para 'mualaf' hasil upaya misionaris Latin ini cukup menjadi pro-Barat, kubu pro-Katolik di dalam Ortodoksi Timur. Selama abad ke-17 ordo Yesuit, Kapusin dan Karmelit mendirikan misi-misi dalam Kekaisaran Ottoman dengan persetujuan uskup-uskup Ortodoks setempat. Ordo Dominikan telah berkarya di Irak sejak tahun 1300-an sampai sekarang.

Dalam Konsili Lyons kedua (1274) dan Konsili Florence (1439) Patriark Konstantinopel, Yosef II dan Kaisar Yohanes VIII Palaelogos menerima persatuan dengan Barat dengan harapan memperoleh bantuan untuk menyelamatkan Konstantinopel. Tak ada satupun dari kedua persatuan itu yang bertahan, meskipun dua Kaisar Konstantinopel terakhir menyatakan dirinya Katolik; dan tak ada pula bantuan berarti yang diperoleh kerajaan yang tak lama kemudian terenggut lepas dari Eropa itu.

Sejak tahun 1342, para rahib Katolik Roma membuka misi-misi di Timur Tengah, khususnya di Damaskus. Pengajaran mereka memberi pengaruh besar bagi klerus dan umat Melkit, namun dalam Tradisi Melkit para Yesuitlah, yang didirikan pada tahun 1534, yang sungguh-sungguh berperan penting dalam pembentukan kubu Katolik di dalam Patriarkat Ortodoks Antiokhia. Para Yesuit bukanlah rahib akan tetapi lebih merupakan para imam terpelajar dalam dewan penasehat Patriarkal. Kenyataan ini membuat mereka lebih dapat diterima dari pada para rahib.

[sunting] Terpilihnya Kyril VI

Momentum penentu keempat adalah dipilihnya Kyril VI, pada tahun 1724, oleh para uskup Melkit Syria sebagai Patriark Antiokhia yang baru. Karena Kyril adalah seorang tokoh yang terang-terangan pro-Barat, Patriark Konstantinopel, Jeremias III, merasa kewibawaannya dipertanyakan. Jeremias menyatakan pemilihan Kyril invalid, mengucilkannya, dan menunjuk Sylvester, seorang rahib Yunani, untuk menduduki tahta Patriarkat Antiokhia. Sylvester memperburuk keretakan Gereja karena memimpin Gereja dengan tangan besi, sehingga banyak umat melkit justru mengakui Kyril sebagai patriark mereka. Dominasi Yunani, Hellene atau Phanariot atas Patriarkat Ortodoks Byzantium di Antiokhia ini berlangsung hingga tahun 1899.

Lima tahun setelah terpilihnya Kyril Tanas, yakni pada tahun 1729, Paus Benediktus XIII mengakui Kyril sebagai Patriark Antiokhia yang sah serta menyambut masuknya beliau bersama para pengikutnya ke dalam komuni penuh dengan Gereja Katolik Roma. Sejak saat itu Gereja Katolik-Yunani Melkit berdiri terpisah sekaligus paralel dengan Gereja Ortodosk Timur Antiokhia di Timur Tengah. Gereja Ortodoks Antiokhia di masa sekarang sudah tidak umum lagi disebut Melkit.

Gereja Katolik-Yunani Melkit telah berperan penting dalam kepemimpinan umat Kristiani Arab. Gereja ini senantiasa dipimpin oleh orang-orang Kristen berbahasa Arab, sebaliknya saudara-saudara Ortodoks mereka dipimpin para patriark Yunani sampai tahun 1899. Sesungguhnya sejak awal keterpisahannya, sekitar tahun 1725, salah satu dari para pimpinan awam Gereja ini, sarjana dan teolog, Abdallah Zakher dari Aleppo (1684-1748) mendirikan media massa cetak pertama di Timur Tengah. Pada tahun 1835, Maximos III Mazlum, Patriark Katolik-Yunani Melkit di Antiokhia, diakui Kekaisaran Ottoman sebagai seorang pemimpin millet, yakni komunitas umat beragama tertentu dalam kekaisaran itu. Paus Gregorius XVI menganugerahi Maximos tri-patriarkat Antikhia, Alexandria dan Yerusalem, gelar yang hingga kini masih dipegang oleh kepala Gereja Katolik-Yunani Melkit.

Penggantinya yakni Paus Pius IX (1846-1878), pada tanggal 23 Juli 1847, melembagakan kembali Patriarkat Latin di Yerusalem dalam diri seorang yang masih muda (berusia 34 tahun) dan giat, Giuseppe Valerga (1813-1847-1872), yang dijuluki "Si Tukang Jagal" karena menentang keras Gereja-Gereja asli di Tanah Suci. Ketika dia tiba di Yerusalem pada tahun 1847 terdapat 4.200 jiwa umat Katolik Latin di Tanah Suci, ketika dia wafat pada tahun 1872 jumlahnya sudah 8.400 jiwa.

Usaha Valerga untuk menghentikan proselitisasi dari Gereja asli setempat merupakan suatu respons terhadap dominasi Patriarkat Yerusalem oleh Persaudaraan Makam Suci yang beranggotakan orang-orang Yunani, jauh sebelum penempatan Patriark Sylvester dalam Patriarkat Melkit di Antiokhia pada abad ke-18 (1724). Valerga berusaha mengalihkan umat ritus Byzantium (Katolik dan Ortodoks) Palestina menjadi umat Katolik Ritus Latin.

Upaya-upaya untuk menjembatani jarak antara Gereja Katolik Latin dan Gereja Katolik Melkit berlanjut hingga abad ke-19. Patriark Gregorius II Yusuf (1864–1897) adalah seorang penentang infabilitas kepausan dalam Konsili Vatikan Pertama. Yusuf yakin bahwa menjadikan infabilitas kepausan sebagai doktrin akan makin menjauhkan umat Melkit dari umat Kristiani Timur lainnya.

[sunting] Gereja di Zaman Moderen

[sunting] Pertarungan antara Tradisi Latin dan Tradisi Melkit

Patriark Maximos IV Sayegh ikut serta dalam Konsili Vatikan II. Di sana ia berhasil mengunggulkan tradisi Keristenan Timur, dan memperoleh respek besar dari para pengamat Ortodoks Timur dalam Konsili itu serta pujian dari Patriark Agung Konstantinopel, Athenagoras I. Meskipun demikian, dukungannya terhadap penggunaan alat kontrasepsi dinilai luar biasa sebagaimana hal-hal lain yang juga didukungnya dalam konsili itu, akan tetapi hal tersebut dengan keras ditolak oleh Patriark Athenagoras yang sama ketika Sri Paus Paulus VI mengeluarkan ensiklik "Humanae Vitae" pada tanggal 25 Juli 1968.

Menurut beberapa pakar sejarah seusai Konsili Vatikan II, Gereja Melkit meninggalkan latinisasi dan kembali ke tradisi Melkit. Beberapa pakar sejarah menghubung-hubungkan perubahan trend ini dengan para anggota "The Cairo Circle" - Lingkaran Kairo, suatu perkumpulan imam muda yang berpusat di lingkungan Kolose Patriarkat Kairo di Jalan Ratu Nazli pada tahun 1930-an: Romo (Pastur) Georgius Selim Hakim, Romo Yosef Elias Tawil, Romo Elias Zoughby dan Romo Oreste Kerame. Orang-orang ini, yang berupaya mendorong Gereja Melkit kembali ke akarnya, kelak menjadi uskup-uskup, para Bapa Konsili Vatikan II. Pada masa itu, beberapa perubahan dilakukan untuk merestorasi tradisi-tradisi Melkit awal. Sebagai contoh, beberapa gereja Melkit yang menyelenggarakan ibadah-ibadah dalam ritus Latin termasuk tradisi menunda pemberian ekaristi bagi bayi, menggantinya dengan ibadah-ibadah ritus Byzantium termasuk tradisi pemberian komuni segera setelah seseorang menerima sakramen krisma seusai dibaptis. Lagipula, sebelum didirikannya keuskupan Melkit di Amerika Serikat semua imam Melkit tunduk kepada uskup ritus Latin di tempat mereka melaksanakan pelayanan.

Perubahan-perubahan ini sempat menuai protes dari beberapa gereja Melkit yang berpendapat bahwa de-latinisasi tersebut sudah terlampau jauh melangkah. Semasa Maximos IV (Sayegh) menjabat sebagai Patriark, beberapa gereja Melkit di Amerika serikat menolak menggunakan bahasa setempat dalam perayaan Liturgi Ilahi (Misa Kudus), gerakan penggunaan bahasa setempat ini dipelopori oleh Romo Yosef Raya dari Birmingham, Alabama yang kelak menjadi Uskup Agung Nazaret. Isu ini menarik liputan pers nasional setelah Uskup Fulton Sheen merayakan Liturgi Ilahi Pontifikal dalam bahasa Inggris pada Konvensi Nasional Melkit di Birmingham pada tahun 1958, yang beberapa bagiannya ditayangkan dalam siaran-siaran berita televisi nasional (Sebelum Konsili Vatikan II, Ritus Latin hanya menggunakan Bahasa Latin, sedangkan Ritus-Ritus Timur memperbolehkan penggunaan bahasa setempat).

Pada tahun 1960 isu ini diselesaikan oleh Sri Paus Yohanes XXIII atas permintaan Patriark Maximos IV dengan mengizinkan penggunaan bahasa setempat dalam perayaan Liturgi Ilahi (Sebelum Konsili Vatikan II). Paus Yohanes juga menahbiskan seorang biarawan Melkit, Romo Akasius Coussa, sebagai uskup di Kapela Sistina dengan ritus Byzantium dan menggunakan Tiara Paus sebagai mitra (mahkota uskup). Uskup Coussa hampir saja segera diangkat menjadi Kardinal, namun beliau meninggal dunia dua tahun setelah pentahbisannya. Ordo biaranya, Basilians di Aleppo, mengajukan alasan kanonisasi baginya.

Protes-protes lebih lanjut terhadap de-latinisasi Gereja ini timbul semasa Maximos V Hakim menjabat sebagai Patriark (19672000), tatkala beberapa gereja dan pejabat gereja yang mendukung tradisi Latin memprotes pemberian izin bagi para pria beristri untuk ditahbiskan menjadi klerus.

[sunting] Upaya penyatuan umat Melkit Diaspora

Selama masa jabatannya, Patriark Maximos V menyaksikan hadirnya banyak Gereja Melkit di pelbagai belahan bumi, yang disebut pula "Diaspora"[1]: eparki-eparki (keuskupan-keuskupan otonom yang tunduk langsung kepada Roma namun memiliki kursi dalam sinode para uskup Partiarkal) didirikan di Amerika Serikat, Kanada,Brazil, Australia, dan Argentina sebagai respons terhadap pengosongan Timur Tengah secara berkesinambungan dari warga aslinya yang beragama Nasrani. Sesudah pecah revolusi di Mesir pada tahun 1952, banyak warga Melkit yang meninggalkan Timur Tengah disebabkan kebijakan-kebijakan pembaharuan Islam, pro-bumiputera, dan sosialis dari rejim Nasser. Pada tahun 1950, komunitas Melkit terkaya di dunia berada di Mesir, dan pada tahun 1945 keuskupan tunggal yang terbanyak warganya adalah keuskupan Akko, Haifa, Nazaret dan seluruh Galilea; sejak tahun 1955 tidak lagi demikian adanya akibat tindakan-tindakan anti-Arab dari Israel terhadap orang-orang Arab baik Nasrani maupun Muslim.

Pada tahun 1967, seorang warga negara Mesir keturunan Syria-Aleppo, Georgius Selim Hakim, uskup agung pertama Keuskupan Akko, Haifa, Nazaret dan seluruh Galilea (1943-1967), yang masyhur di kalangan ekumenis dengan julukan "The Archbishop of the Arabs - Uskup Agung Umat Arab" tatkala menyambut kedatangan Paus Paulus VI di Tanah Suci pada bulan Januari 1964, terpilih sebagai pengganti Maximos IV, dan mengambil nama Maximos V. Beliau memegang jabatan sampai pensiun pada usia 92 tahun, bertepatan dengan Peringatan Yubileum Milenium tahun 2000. Beliau wafat setahun kemudian yakni pada tanggal 29 Juni 2001, bertepatan dengan perayaan peringatan Santo Petrus dan Paulus.

[sunting] Nominasi Penghargaan Nobel Perdamaian

Dua pengganti Patriark Maximos V di Keuskupan Akko, Haifa, Nazareth dan seluruh Galilea telah dinominasikan untuk menerima penghargaan Nobel Perdamaian: Uskup Agung kedua, Yosef Maria Raya (1968-1974) dan Uskup Agung kelima dan yang sekarang menjabat, Elias Michael Chaccour, warga Palestina pertama yang menduduki jabatan tersebut dan sekaligus pendiri Institut Pendidikan Mar Elias di Ibillin, Galilea. Uskup Agung kelima ini ditahbiskan sebagai uskup di Gerejanya sendiri di Ibillin dan dinobatkan di Katedral Haifa pada tahun 2006.

[sunting] Tradisi Gereja

Gereja Katolik Melkit berada dalam persekutuan sepenuhnya dengan Gereja Katolik Roma akan tetapi menjalankan kebiasaan-kebiasaan yang jauh berbeda, yakni tradisi Byzantium. Bahasa tradisional yang digunakan dalam ibadah adalah bahasa Yunani dan Aram-Suryani. Kini, ibadah-ibadah diadakan dalam berbagai bahasa menurut negara tempat Gereja berlokasi. Di Kerajaan Inggris, Kanada, Amerika Serikat dan Australia; Bahasa Inggris dan Perancis digunakan selain bahasa Arab yang digunakan oleh para imigran dari Timur Tengah. Bahasa Spanyol dan Portugis digunakan pula di Brazil dan di negara-negara Amerika Selatan yang berbahasa Spanyol.

[sunting] Keuskupan-Keuskupan Melkit saat ini

Patriark Katolik-Yunani Melkit di Antiokhi dan seluruh dunia Timur, dan Alexandria dan yerusalem saat ini adalah Gregorius III Laham. Patriarkat berlokasi di Damaskus. Di kawasan Timur Tengah, Gereja ini memiliki keuskupan-keuskupan di:

Di belahan bumi lainnya, Gereja ini memiliki keuskupan-keuskupan di:

[sunting] Pranala luar