Pengguna:Bungaran manaor hutajulu

Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.

ANALISIS KINERJA PORTOFOLIO REKSADANA PENDAPATAN TETAP Oleh Bungaran Manaor Hutajulu

I. PENDAHULUAN Salah satu upaya menarik minat pemodal domestik di pasar modal, antara lain dapat dilakukan dengan mengembangkan industri reksadana. Menurut Undang-undang Nomor 8 tahun 1995, Reksa Dana adalah wadah yang digunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh Manajer Investasi. Dana dari masyarakat yang terhimpun dalam reksadana, akan dikelola oleh manajer investasi (fund manager) kedalam berbagai instrumen investasi yang tersedia, seperti : obligasi, valuta asing, maupun deposito dan surat berharga lainnya. Keberhasilan manajer investasi akan dapat terlihat dari kinerja yang tercermin dari tingkat pengembalian (return) yang mampu diberikan kepada para pemodal. Salah satu indikator utama untuk menilai kinerja reksadana adalah Nilai Aset Bersih (NAB). Indikator ini, merupakan hasil penjumlahan dari nilai investasi dan kas yang dipegang, setelah dikurangi oleh biaya-biaya serta hutang dari kegiatan operasional. Sedangkan pengukuran kinerja suatu reksadana, dapat dilakukan dengan dua metode koefisien indeks, yaitu indeks Sharpe dan indeks Treynor. Tujuan dari kedua metode tersebut, sesungguhnya tidaklah terlalu berbeda. Bila tujuan analisis koefisen indeks Sharpe adalah untuk mengukur sejauh mana kombinasi diversifikasi yang dilakukan dapat menghasilkan keuntungan dengan risiko total tertentu, maka tujuan analisis indeks Treynor adalah untuk mengukur sejauh mana kombinasi diversifikasi yang dilakukan dapat menghasilkan keuntungan dengan risiko sistematik (beta) relatif terhadap risiko pasar. Tulisan ini, membahas bagaimana menilai kinerja portofolio reksadana pendapatan tetap yang secara aktif diperdagangkan selama tahun 2005. Analisis dilakukan dengan menilai kinerja portofolio reksadana pendapatan tetap dengan menggunakan dua metode indeks tersebut.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Pasar Modal Indonesia Pasar modal mempunyai peranan yang sangat penting sebagai wahana penyaluran dana dari pemodal (pihak yang kelebihan dana) kepada perusahaan (pihak yang kekurangan dana) secara efisien. Tanpa ada pasar modal maka akses ke sumber dana yang tersedia secara efisien akan berkurang. Akibatnya, perusahaan akan menanggung biaya modal yang lebih tinggi, atau bahkan akan berdampak pada pengurangan kegiatan usahanya. Pada akhirnya, akan dapat berdampak pula pada terganggunya kegiatan perekonomian nasional. Selain itu, melalui mekanismenya, pasar modal mampu mengalokasikan dana yang tersedia kepada pihak yang paling produktif mampu menggunakan dana tersebut. Dengan demikian pasar modal juga berfungsi untuk mengalokasikan dana secara optimal. Keberhasilan bursa dalam mengelola pasar modal dengan baik akan mempengaruhi efisiensi dan jumlah dana yang dapat diintermediasikan melalui lembaga keuangan yang berada di bawah bursa. Perusahaan efek merupakan pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin emisi efek, perantara pedagang efek dan/ atau manajer investasi. Penjamin emisi efek adalah pihak yang membuat kontrak dengan emiten untuk melakukan penawaran umum bagi kepentingan emiten dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa efek yang tidak terjual. Perantara pedagang efek adalah pihak yang melakukan kegiatan usaha jual beli efek untuk kepentingan sendiri atau pihak lain. Lembaga keuangan reksa dana adalah sarana yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi.

2.2. Diversifikasi Portofolio Reksadana, merupakan aplikasi dari konsep portofolio dalam dunia keuangan. Manajemen portofolio mengenal adanya konsep pengurangan risiko, sebagai akibat penambahan sekuritas ke dalam portofolio. Konsep tersebut menyatakan bahwa jika dilakukan penambahan secara terus-menerus jenis sekuritas ke dalam portofolio, maka manfaat pengurangan risiko akan semakin besar sampai pada titik tertentu dimana manfaat pengurangan tersebut mulai berkurang. Dengan kata lain, semakin banyak jumlah yang dimasukkan ke dalam portofolio, semakin besar manfaat pengurangan risiko. Menurut Tandelilin (2001), konsep pengurangan risiko tersebut sejalan dengan law of large number dalam statistik, yang menyatakan semakin besar ukuran sampel, semakin besar kemungkinan rata-rata sampel mendekati nilai yang diharapkan dari populasi. Meskipun demikian, manfaat pengurangan risiko dalam portofolio akan mencapai titik puncaknya pada saat portofolio aset terdiri dari jumlah tertentu, dan setelah itu manfaat pengurangan risiko tidak terasa lagi. Risiko portofolio dihitung dari kontribusi risiko aset terhadap risiko portofolio. Dengan demikian, untuk menurunkan risiko, perlu dilakukan diversifikasi. Sedangkan dalam literatur keuangan, mengenal adanya dua jenis risiko, yaitu risiko tidak sistematis (unsystematic risk) dan risiko sistematis (systematic risk). Risiko tidak sistematis merupakan risiko yang disebakan oleh faktor-faktor mikro yang terdapat pada perusahaan atau industri tertentu seperti perubahan struktur permodalan, perubahan struktur aktiva, kondisi lingkungan kerja, penurunan tingkat penjualan dan lain-lain, sehingga pengaruhnya hanya terbatas pada perusahaan atau industri tersebut, dan risiko inilah yang dapat dihilangkan melalui diversifikasi dalam portofolio. Sedangkan risiko sistematis merupakan risiko yang disebabkan oleh berbagai faktor makro yang mempengaruhi semua perusahaan dan industri seperti perubahan tingkat suku bunga, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, resesi ekonomi dan lain-lain. Risiko ini disebut juga inherent risk atau market risk, yaitu risiko yang tidak dapat dihilangkan melalui diversifikasi dalam portofolio. Risiko sistematis diukur dengan koefisien beta, yang mengukur tingkat kepekaan terhadap perubahan pasar. Kedua jenis risiko tersebut, jika digambarkan akan menjadi risiko total, seperti tampak pada gambar berikut ini :




Gambar 2.1. Risiko Total, Risiko Sistematis, dan Risiko Tidak Sistematis Jones (2004) mengemukakan bahwa beta adalah ukuran risiko sistematis dari sekuritas yang merupakan bagian dari risiko total dan tidak bisa dihilangkan melalui diversifikasi. Sedangkan menurut Jogiyanto (1998), beta merupakan pengukur volatilitas return sekuritas atau return portofolio terhadap pasar. Beta portofolio mengukur volatilitas return portofolio dengan return pasar, sehingga beta merupakan pengukur risiko sistematis dari sekuritas atau portofolio relatif terhadap pasar. Beta sebagai ukuran risiko sistematis banyak digunakan sebagai ukuran risiko karena mempunyai dua alasan (Warsono, 2000). Pertama, memperbaiki ukuran risiko total yang menggunakan varians dan standar deviasi. Dengan ukuran ini, masalah yang timbul adalah jumlah perhitungan koefisien korelasi yang banyak. Kedua, dari berbagai tulisan empiris, nampaknya beta relatif cukup stabil, sehingga memungkinkan penggunaan data historis sebagai prediktor ukuran beta di masa yang akan datang.


2.3. Model Indeks Tunggal Pengukuran risiko sistematis (beta) dalam tulisan ini, dilakukan dengan Metode Indeks Tunggal (Single Index Model) yang dikembangkan oleh William Sharpe pada tahun 1963. Model ini, secara khusus dikembangkan guna menyederhanakan perhitungan dari variabel-variabel yang dibutuhkan dalam perhitungan Mean Variansce Model yang dikembangkan Markowitz pada tahun 1956. Sharpe mengembangkan model pasar yang merupakan bentuk hubungan antara tingkat keuntungan aset individual dengan tingkat keuntungan rata-rata pasar (indeks pasar). Dimana pada saat kondisi pasar sedang mengalami kenaikan (bulish), yang ditunjukkan dengan naiknya angka indeks pasar, maka sebagian besar aset individual di bursa juga cenderung mengalami kenaikan harga. Demikian pula sebaliknya, pada saat pasar mengalami penurunan (bearish), maka sebagian besar harga juga cenderung mengalami penurunan. Dilihat dari kondisi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa tingkat return akan berubah sesuai dengan perubahan kondisi pasar yang ditunjukkan dengan perubahan indeks pasar. Formula yang digunakan dalam pengukuran model ini adalah sebagai berikut : Ri = αi + βi Rm + εi dimana, Ri = return harian Rm = return harian indeks pasar Αi = intercept atau besaran yang menunjukkan nilai pengharapan dari bagian yang tidak dipengaruhi oleh perubahan pasar βi = kemiringan garis (slope) atau beta εi = error/ elemen kesalahan acak dari bagian yang tidak dipengaruhi oleh perubahan pasar. Menurut Jogiyanto, model indeks tunggal didasarkan pada pengamatan bahwa harga dari sekuritas berfluktuasi searah dengan indeks harga pasar. Hal ini menandakan bahwa adanya korelasi yang positif antara return reksadana dengan return indeks pasar. Korelasi yang positif tersebut dimungkinkan karena adanya reaksi umum (common response) terhadap perubahan-perubahan nilai pasar. Demikian pula Tandelilin menyebutkan, bahwa beta merupakan ukuran kepekaan return sekuritas terhadap return pasar. Semakin besar beta sekuritas, semakin besar kepekaan return sekuritas tersebut terhadap perubahan return pasar. Dengan demikian, asumsi yang dipakai dalam model indeks tunggal adalah bahwa sekuritas akan berkorelasi hanya jika sekuritas-sekuritas tersebut mempunyai respons yang sama terhadap return pasar. Karenanya, sekuritas akan bergerak menuju arah yang sama, hanya jika sekuritas-sekuritas tersebut mempunyai hubungan yang sama terhadap return pasarnya.

2.4. Pengertian Reksadana Reksadana berasal dari kata ’’reksa’’ yang berarti kelola atau pelihara dan ’’dana’’ yang berarti uang. Jadi, reksadana dapat diartikan pengelolaan uang atau kumpulan uang yang dikelola bersama. Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, dinyatakan bahwa ’’Reksadana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal, dan selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi’’. Pengertian tersebut, memiliki tiga unsur penting yaitu, pertama, adanya dana dari investor; kedua, dana tersebut diinvestasikan dalam portofolio efek; dan ketiga, dana tersebut dikelola oleh manajer investasi. Reksadana bertujuan untuk membantu dan memobilisasi pemodal kecil dan pemodal badan usaha untuk melakukan investasi di pasar modal. Dengan membeli reksadana, maka para pemodal telah melakukan investasi langsung pada surat berharga. Secara prinsip, investasi pada reksadana dilakukan dengan menyebar sejumlah investasi pada beberapa efek yang diperdagangkan di pasar modal (seperti saham, obligasi, dan efek lainnya) dan pasar uang. Hal ini untuk memperkecil risiko yang dihadapi oleh investor sesuai dengan istilah yang sangat dikenal dalam pasar modal ’’don’t put all your eggs on the one of basket’’. Reksadana merupakan sebuah sertifikat yang menjelaskan bahwa pemiliknya menitipkan sejumlah uang kepada pengelola reksadana, untuk dipergunakan sebagai modal dalam berinvestasi di pasar uang atau pasar modal. Dibanding dengan instrumen investasi lain, reksadana dapat memberikan fasilitas berupa penciptaan skala ekonomi dalam berinvestasi melalui penggabungan dana antara para pemodal untuk menciptakan investasi dalam skala besar, dapat meminimumkan risiko karena dilakukannya diversifikasi portofolio dan penyediaan tenaga manajemen profesional dengan biaya operasional yang rendah serta terlindungi dari berbagai praktek kecurangan.

2.5. Jenis dan Sifat Reksadana Berdasarkan Peraturan Nomor IV.C.3, lampiran SK Ketua Bapepam Nomor: Kep-08/PM/1997 tentang Pedoman Pengumuman Harian Nilai Aktiva Bersih Reksadana Terbuka, terdapat bebarapa jenis reksadana berdasarkan konsentrasi portofolionya, yaitu : 1. Reksadana Pasar Uang (money market funds) Reksadana ini, hanya melakukan investasi pada efek bersifat utang dengan masa jatuh tempo kurang dari satu tahun. Tujuannya adalah untuk menjaga likuiditas dan pemeliharaan modal. Reksadana ini memiliki risiko yang relatif rendah dibanding reksadana lainnya. Hal ini disebabkan instrumen investasi yang dipilih mempunyai jatuh tempo kurang dari satu tahun (short term investment) seperti Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), Sertifikat Deposito dan Surat Pengakuan Hutang (SPH). 2. Reksadana Pendapatan Tetap (fixed income funds) Reksadana ini, melakukan investasi sekurang-kurangnya 80 % dari aktivitas aktifnya dalam bentuk efek bersifat hutang. Reksadana ini memiliki risiko relatif lebih besar dari reksadana pasar uang. Tujuannya adalah untuk menghasilkan tingkat pengembalian yang relatif stabil.

3. Reksadana Saham (equity funds) Reksadana ini, melakukan investasi sekurang-kurangnya 80 % dari aktivitas aktifnya dalam bentuk efek bersifat saham atau equitas. Walaupun risikonya lebih tinggi dibandingkan dengan dua reksadana sebelumnya, namun reksadana ini menghaslkan tingkat pengembalian yang tinggi. Tingginya risiko, disebabkan sifat harga saham yang cenderung lebih fluktuatif. Namun sebaliknya, dalam jangka panjang tingkat pengembaliannya lebih tinggi dibandingkan jenis lainnya, sehingga reksdana ini sesuai untuk investasi jangka panjang. 4. Reksadana Campuran (discretionary funds) Reksadana ini, melakukan investasi dalam efek bersifat hutang dan equitas yang perbandingannya tidak termasuk Reksadana Pendapatan Tetap dan Reksadana saham. Reksadana ini berisiko moderat dengan tingkat pengembalian yang relatif lebih tinggi dari Reksadana Pendapatan Tetap.

2.6. Keuntungan Reksadana Beberapa keuntungan yang dapat diberikan kepada investor yang menanamkan modalnya dalam reksadana, antara lain : 1. Diversifikasi investasi dan penyebaran risiko. Jumlah dana yang dikelola oleh reksadana cukup besar, sehingga memberikan kesempatan bagi pengelola untuk mendiversifikasikan investasinya ke berbagai jenis efek atau alternatif media investasi lainnya, sehingga tidak tergantung pada satu atau beberapa instrumen saja. Dengan demikian, akan sekaligus menyebabkan penyebaran risiko. Dengan keahlian dan pengalaman yang dimilikinya, penasehat investasi tentunya akan melihat berbagai peluang investasi yang ada, serta menganalisanya berdasarkan data yang tersedia secara teliti. Selain itu, penasehat investasi akan melihat sektor-sektor industri mana yang dapat memberikan keuntungan yang lebih baik. Tidak tertutup kemungkinan, apabila kondisi pasar modal kurang menguntungkan, maka pengelola akan mengalihkan investasinya ke bidang lain, seperti instrumen pasar uang. Jadi, dalam kegiatan investasi ini, secara terus-menerus pengelola akan mempelajari sektor-sektor investasi yang menjanjikan keuntungan yang lebih besar. 2. Biaya rendah. Reksadana yang dikelola secara profesional, akan mampu menciptakan efisiensi dalam pengelolaan, sehingga biaya relatif akan lebih kecil. Berbeda bila investor akan mengelola dananya sendiri, biasanya komisi transaksi akan relatif lebih besar, dan biaya untuk mendapatkan informasi juga akan lebih besar. 3. Harga fleksibel. Dilihat dari harganya, reksadana cenderung tidak terlalu dipengaruhi oleh harga komposisi efeknya. Apabila harga efek mengalami penurunan secara umum, maka manajer investasi akan melihat ke berbagai investasi lainnya. Oleh karena itu, secara fleksibel manajer investasi dapat mengalihkan dana yang dikelolanya pada sektor-sektor lain yang menguntungkan. 4. Dapat dimonitor secara rutin. Pemegang reksadana dapat memonitor perkembangan harga unit penyertaannya secara rutin, karena setiap hari bursa, reksadana akan mengumumkan Nilai Aktiva Bersih (NAB) melalui surat kabar. NAB dihitung berdasarkan harga penutupan pada akhir hari bursa untuk setiap efek yang ada dalam portofolio, ditambah aset lain seperti uang tunai, dan dikurangi hutang atau kewajiban lainnya. 5. Liquiditas terjamin. Apabila investor ingin menjual unit penyertaan reksadananya, maka perusahaan penerbit reksadana wajib membelinya kembali pada harga NAB yang berlaku. 6. Pengelolaan secara profesional. Kemampuan investor kecil dalam mengakses informasi dan menganalisanya secara baik, sangat terbatas. Belum lagi berbagai sentimen pasar yang sering mempengaruhi harga efek. Manajer investasi yang mengelola reksadana mempunyai akses informasi ke pasar melalui banyak sumber sehingga mampu mengambil keputusan secara lebih cepat dan tepat.


2.7. Pihak-pihak Penunjang Reksadana Pihak-pihak yang berperan sesuai fungsi, tugas dan wewenang yang disepakati dalam kontrak untuk pengoperasian kegiatan reksadana, adalah sebagai berikut : 1. Manajer Investasi, merupakan pihak yang kegiatan usahanya mengelola portofolio efek untuk para nasabah atau mengelola portofolio investasi kolektif untuk sekelompok nasabah, kecuali perusahaan asuransi, dana pensiun, dan bank yang melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan undang-undang yang berlaku. Manajer investasi memiliki tugas dan wewenang untuk mengelola kekayaan reksadana yang berupa kas dan efek dalam portofolio berdasarkan kontrak yang telah disepakati. Bagi reksadana yang berbentuk perseroan, kontrak dibuat oleh direksi reksadana dengan manajer investasi. Sedangkan reksadana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK), kontrak dibuat oleh manajer investasi dengan bank kustodian. 2. Bank Kustodian, merupakan pihak yang memberikan jasa penitipan efek dan harta lain yang berkenaan dengan efek serta jasa lain, termasuk penerimaan dividen, bunga dan hak-hak lain, menyelesaikan transaksi efek dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya. Bank Kustodian mempunyai wewenang dan tanggung jawab dalam menyimpan, menjaga dan mengadministrasikan kekayaan, baik dalam pencatatan, pembayaran dan penjualan kembali reksadana sesuai kontrak. 3. Wakil Agen Penjual Efek Reksadana, merupakan orang perorangan yang mendapat izin dari Bapepam untuk bertindak sebagai wakil perusahaan efek untuk menjual efek reksadana. 4. Notaris, merupakan pihak yang berperan dalam pembuatan akta-akta kontrak yang diperlukan dalam pendirian reksadana. 5. Konsultan Hukum, merupakan pihak yang berperan dalam melakukan pemeriksaan atas kontrak-kontrak yang dibuat oleh reksadana dengan manajer investasi dan kustodian. Pemeriksaan dimaksudkan agar semua kontrak yang dibuat telah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. 6. Akuntan Publik, merupakan pihak yang bertanggungjawab terhadap kewajaran penyajian informasi keuangan atau laporan keuangan reksadana.

2.8. Nilai Aktiva Bersih Nilai Aktiva Bersih (NAB) atau Net Asset Value (NAV), merupakan salah satu tolok ukur dalam memantau hasil portofolio reksadana yang dihitung dari total nilai investasi dan kas yang dimiliki oleh reksadana setelah dikurangi dengan hutang-hutang yang harus dibayar. Besarnya NAB bisa berfluktuasi setiap hari tergantung dari perubahan nilai efek dalam portofolio. Peningkatan NAB merupakan indikasi peningkatan nilai investasi pemegang unit penyertaan dan sebaliknya. NAB dapat diformulasikan sebagai berikut : NAB = Total Aktiva - Total Kewajiban NAB per unit Penyertaan = NAB / Jumlah unit penyertaan beredar

2.9. Indeks Sharpe dan Indeks Treynor Pengukuran kinerja suatu reksadana dapat dilakukan dengan dua metode koefisien indeks yaitu, Indeks Sharpe dan Indeks Treynor. Pengukuran dengan metode indeks Sharpe, didasarkan pada apa yang disebut premium atas risiko atau risk premium. Risk Premium adalah perbedaan (selisih) antara return rata-rata portofolio dan investasi bebas resiko (risk free asset). Indeks Sharpe membagi risk premium dengan standar deviasi portofolio selama pengukuran, dimana standar deviasi merupakan risiko total. Dengan demikian, Shape mengukur risk premium yang dihasilkan dari setiap unit risiko yang ada. Dengan perhitungan tersebut, semakin tinggi nilai pengukuran, semakin baik kinerja yang dihasilkan. Pengukuran Indeks Sharpe diformulasikan sebagai berikut :


Ri - Rf Sj = ────── σj Dimana : Rj = return rata-rata portofolio j selama jangka waktu pengukuran Rf = return rata-rata aset bebas risiko selama jangka waktu pengukuran σj = standar deviasi portofolio j selama jangka waktu pengukuran Metode Indeks Treynor, juga didasarkan atas risk premium, seperti halnya Sharpe. Namun, Treynor mengukur risiko bukan dengan risiko total melainkan dengan risiko sistimatis atau risiko pasar atau beta (βj). Beta diperoleh dengan meregresikan return portofolio terhadap return pasar, yang dalam hal ini adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Dengan mempertimbangkan risiko sistematik, maka semakin tinggi nilai pengukuran indeks Treynor, maka semakin baik kinerjanya. Pengukuran Indeks Treynor diformulasikan sebagai berikut : Ri - Rf Tj = ────── βj Dimana : Rj = return rata-rata portofolio j selama jangka waktu pengukuran Rf = return rata-rata aset bebas risiko selama jangka waktu pengukuran βj = Risiko sistematis dari portofolio j Pengukuran kinerja baik indeks Sharpe dan Treynor, merupakan pengukuran kinerja yang saling melengkapi satu sama lain, meskipun memberikan informasi yang sedikit berbeda. Portofolio yang tidak terdiversifikasi dengan baik, akan mendapatkan peringkat yang tinggi untuk indeks Treynor, namun lebih rendah untuk indeks Sharpe. Sedangkan portofolio yang terdiversifikasi dengan baik akan mendapatkan peringkat yang sama untuk kedua jenis pengukuran. Perbedaan peringkat pada kedua jenis pengukuran, menunjukkan perbedaan baik buruknya diversifikasi portofolio relatif terhadap portofolio sejenis. Oleh karenanya, kedua pengukuran tersebut, sebaiknya dilakukan bersamaan. III. METODE ANALISIS 3.1. Metode Pemilihan Sampel Populasi yang diambil, berjumlah sebanyak 163 reksadana pendapatan tetap yang resmi beroperasi secara aktif dan telah mendapat izin dari Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) hingga Februari 2006.

3.2. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam tulisan ini adalah data sekunder, yaitu data yang dikumpulkan oleh pihak lain, yang meliputi : 1. Untuk proxy indeks pasar, dipergunakan data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bulanan selama tahun 2005, yang diperoleh dari Jakarta Stock Exchange Monthly. 2. Untuk proxy Nilai Aset Bersih (NAB) reksadana pendapatan tetap, dipergunakan data bulanan NAB selama tahun 2005, yang diperoleh dari Mandiri Sekuritas. 3. Untuk proxy indeks aset bebas risiko (risk free rate) digunakan rata-rata indeks Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang diasumsikan sebesar 9 % per tahun.

3.3. Metode Analisis 1. Data sekunder yang digunakan dalam tulisan ini adalah data NAB bulanan penutupan masing-masing reksadana yang telah terdaftar dan diperdagangkan secara aktif di bursa. 2. Selanjutnya, dari data nilai NAB bulanan tersebut dicari nilai return bulanannya dan dikurangi dengan rata-rata nilai aset bebas risiko (SBI) bulanan. 3. Untuk memperoleh nilai beta masing-masing reksadana, dengan menggunakan metoda Single Index Model, yaitu masing-masing reksadana ditentukan return bulanan dan diregresikan dengan return bulanan indeks pasar (IHSG). Dimana, return bulanan reksadana sebagai variabel tergantung (dependent variabel) dan return bulanan IHSG sebagai variabel bebas (independent variabel). Dengan formula : Rit = αit + βit Rmt + εit dimana, Rit = return bulanan reksadana selama periode t Rmt = return bulanan indeks pasar (IHSG) selama periode t αit = besaran yang menunjukkan nilai pengharapan dari bagian yang tidak dipengaruhi oleh perubahan pasar selama periode t. βit = beta reksadana selama periode t εit = error/ elemen kesalahan acak dari bagian yang tidak dipengaruhi oleh perubahan pasar selama periode t. • Untuk return bulanan reksadana dihitung dengan formula : Rit = Ln (Pit / Pit-1) dimana, Ln = natural logaritma Pit = harga reksadana i pada periode t Pit-1 = harga reksadana i sebelum periode t. • Sedangkan return bulanan indeks pasar dihitung dengan formula : Rmt = Ln (IHSGt / IHSGt-1) dimana, IHSGt = indeks harga gabungan di BEJ pada periode t IHSGt-1 = indeks harga gabungan di BEJ sebelum periode t 4. Selanjutnya, untuk mengidentifikasi risiko total dengan varians (σi²) reksadana, ditentukan dengan menggunakan formula : σit² = ∑ [(Rit - E(Rit)]² / N dimana, σit² = varians reksadana pada periode t E(Rit) = rata-rata return bulanan reksadana pada periode t 5. Untuk mengidentifikasi risiko total dengan standar deviasi (σi) reksadana, dengan menggunakan formula : σit = √ σit² dimana, σit = standar deviasi reksadana pada periode t

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari sebanyak 163 reksadana pendapatan tetap yang resmi beroperasi secara aktif dan telah mendapat izin dari Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) hingga Februari 2006, terpilih sebanyak 16 reksadana pendapatan tetap berdasarkan kriteria-kriteria sebagai berikut : 1. Merupakan reksadana pendapatan tetap yang aktif diperdagangkan selama tahun 2005, yang ditunjukkan dengan ketersediaan data NAB bulanan masing-masing reksadana. 2. Merupakan reksadana pendapatan tetap yang cenderung menunjukkan kinerja yang relatif baik, ditunjukkan dengan hasil perhitungan rata-rata return bulanan atau expeted return positif. Ke-16 reksadana pendapatan tetap terpilih adalah : Reksadana Optima Obligasi, Reksadana Ganesha Abadi, Reksa Dana Prima Reksa, Mahanusa Obligasi Negara, Nikko Bond Nusantara, Reksadana Dompet Dhuafa-Batasa Syariah, Reksa Dana Dana Pasti, Reksadana Pavillion Dana Anugrah, Reksadana NISP Dana Mantap, Reksadana Batasa Pendapatan Tetap, Reksadana Surya, Reksadana Danaman Dolar, Reksa V-Plus 2, Mahanusa Obligasi Plus, Mahanusa Pendapatan Tetap Negara, dan Danaman Mantap. Selengkapnya daftar reksadana terpilih dan hasil analisis dengan metode indeks Sharpe, dapat dicermati pada Tabel 4.1. Dari hasil perhitungan tersebut, terlihat bahwa Reksadana Optima Obligasi menunjukkan kinerja terbaik selama tahun 2005, kemudian diikuti dengan Reksa Dana Prima Reksa, Mahanusa Obligasi Negara, Nikko Bond Nusantara, Reksadana Dompet Dhuafa-Batasa Syariah, Reksa Dana Dana Pasti, Reksadana Pavillion Dana Anugrah, Reksadana NISP Dana Mantap, Reksadana Batasa Pendapatan Tetap, Reksadana Surya, Reksadana Danaman Dolar, Reksa V-Plus 2, Mahanusa Obligasi Plus, Mahanusa Pendapatan Tetap Negara, dan Danaman Mantap. Tabel 4.1. Reksadana Pendapatan Tetap Terpilih dan Indeks Sharpe No. Nama Reksadana Pendapatan Tetap E (Ri) σ SBI E (Ri)-SBI Ind. Sharpe 1 2 3 4 5 6=3-5 7=6/4 1. Reksadana Optima Obligasi 0,0891 0,1609 0,0075 0,0816 0,5073 2. Reksadana Ganesha Abadi 0,1550 0,2940 0,0075 0,1475 0,5016 3. Reksa Dana Prima Reksa 0,2120 0,7133 0,0075 0,2045 0,2867 4. Mahanusa Obligasi Negara 0,0423 0,1568 0,0075 0,0348 0,2217 5. Nikko Bond Nusantara 0,0473 0,2227 0,0075 0,0398 0,1789 6. Reksadana Dompet Dhuafa-Batasa Syariah 0,0555 0,2883 0,0075 0,0480 0,1664 7. Reksa Dana Dana Pasti 0,0897 0,5117 0,0075 0,0822 0,1607 8. Reksadana Pavillion Dana Anugrah 0,1810 1,1987 0,0075 0,1735 0,1447 9. Reksadana NISP Dana Mantap 0,0569 0,4290 0,0075 0,0494 0,1152 10. Reksadana Batasa Pendapatan Tetap 0,0820 0,6153 0,0075 0,0745 0,1210 11. Reksadana Surya 0,0238 0,2724 0,0075 0,0163 0,0599 12. Reksadana Danaman Dolar 0,0237 0,3643 0,0075 0,0162 0,0445 13. Reksa V-Plus 2 0,0081 0,0345 0,0075 0,0006 0,0182 14. Mahanusa Obligasi Plus 0,1106 5,2766 0,0075 0,1031 0,0195 15. Mahanusa Pendapatan Tetap Negara 0,0516 5,0275 0,0075 0,0441 0,0088 16. Danaman Mantap 0,0076 0,1231 0,0075 0,0001 0,0006 Sumber : Data Hasil Olahan, Tahun 2006 Sedangkan daftar reksadana terpilih dan hasil analisis dengan metode indeks Treynor, dapat dicermati pada Tabel 4.2. Dari hasil perhitungan tersebut, terlihat bahwa Reksadana Dompet Dhuafa-Batasa Syariah menunjukkan kinerja terbaik selama tahun 2005, kemudian diikuti dengan Reksadana Danaman Dolar, Reksadana Optima Obligasi, Reksadana NISP Dana Mantap, Reksadana Ganesha Abadi, Reksa Dana Prima Reksa, Nikko Bond Nusantara, Reksadana Pavillion Dana Anugrah, Mahanusa Obligasi Negara, Reksadana Batasa Pendapatan Tetap, Mahanusa Obligasi Plus, Reksa Dana Dana Pasti, Reksadana Surya, Reksa V-Plus 2, Mahanusa Pendapatan Tetap Negara, dan Danaman Mantap. Tabel 4.2. Reksadana Pendapatan Tetap Terpilih dan Indeks Treynor No. Nama Reksadana Pendapatan Tetap E (Ri) β SBI E (Ri)-SBI Ind. Treynor 1 2 3 4 5 6=3-5 7=6/4 1. Reksadana Dompet Dhuafa-Batasa Syariah 0,0555 0,0244 0,0075 0,0480 1,9669 2. Reksadana Danaman Dolar 0,0237 0,0166 0,0075 0,0162 0,9755 3. Reksadana Optima Obligasi 0,0891 0,0844 0,0075 0,0816 0,9669 4. Reksadana NISP Dana Mantap 0,0569 0,0550 0,0075 0,0494 0,8980 5. Reksadana Ganesha Abadi 0,1550 0,1652 0,0075 0,1475 0,8929 6. Reksa Dana Prima Reksa 0,2120 0,2383 0,0075 0,2045 0,8583 7. Nikko Bond Nusantara 0,0473 0,0499 0,0075 0,0398 0,7983 8. Reksadana Pavillion Dana Anugrah 0,1810 0,2185 0,0075 0,1735 0,7942 9. Mahanusa Obligasi Negara 0,0423 0,0508 0,0075 0,0348 0,6840 10. Reksadana Batasa Pendapatan Tetap 0,0820 0,1347 0,0075 0,0745 0,5528 11. Mahanusa Obligasi Plus 0,1106 0,2013 0,0075 0,1031 0,5124 12. Reksa Dana Dana Pasti 0,0897 0,1821 0,0075 0,0822 0,4515 13. Reksadana Surya 0,0238 0,0377 0,0075 0,0163 0,4330 14. Reksa V-Plus 2 0,0081 0,0022 0,0075 0,0006 0,2923 15. Mahanusa Pendapatan Tetap Negara 0,0516 0,1552 0,0075 0,0441 0,2842 16. Danaman Mantap 0,0076 -0,0027 0,0075 0,0001 - 0,0274 Sumber : Data Hasil Olahan, Tahun 2006 Dari hasil pengukuran kinerja baik indeks Sharpe dan Treynor diatas, menunjukkan bahwa keseluruhan portofolio reksadana pendapatan tetap tersebut belum terdiversifikasi dengan baik. Pasalnya, antara pengukuran kinerja yang dilakukan dengan indeks Sharpe, tidak secara konsisten terjadi pada hasil pengukuran kinerja yang dilakukan dengan indeks Treynor. Dengan kata lain, hasil pengukuran kinerja reksadana yang terbaik pada indeks Sharpe, tidak konsisten menunjukkan hasil terbaik pada indeks Treynor. Hasil pengukuran kinerja menunjukkan bahwa keenambelas reksadana mendapatkan peringkat yang tinggi untuk indeks Treynor dengan indeks tertinggi sebesar 1,9669 dan untuk indeks Sharpe dengan indeks tertinggi sebesar 0,5073.

V. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Keseluruhan portofolio reksadana pendapatan tetap pada tahun 2005 belum terdiversifikasi dengan baik 2. Berdasarkan pengukuran kinerja reksadana pendapatan tetap dengan metode indeks Sharpe, Reksadana Optima Obligasi menunjukkan kinerja terbaik selama tahun 2005. 3. Berdasarkan pengukuran kinerja reksadana pendapatan tetap dengan metode indeks Treynor Reksadana Dompet Dhuafa-Batasa Syariah menunjukkan kinerja terbaik selama tahun 2005. Pengamatan ini, hanya dilakukan selama satu tahun pengamatan dengan menggunakan data NAB bulanan, untuk memperoleh hasil yang lebih menggambarkan kondisi sebenarnya, disarankan untuk memperpanjang waktu pengamatan dengan menggunakan data NAB harian.






DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih, Sri, et. Al, 1998. Perangkat dan Tekhnik Analisis Investasi di Pasar Modal Indonesia. PT Bursa Efek Jakarta. Husnan, Suad, 1990. Harga Di BEJ 1989, Perbandingan Dengan Periode Sebelumnya’. Management & Usahawan Indonesia No.5 Th XIX Mei 1990. ____________, 2003. Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. UPP AMP YKPN, Edisi ke-3 September 2003. Husnan, Suad, Suwardi B Hermanto, 1998. CAPM & Strategi Portofolio Kajian Kondisi Pasar di BEJ 1997. Usahawan No. 05 Th XXVII Mei 1998. Hutajulu, Bungaran Manaor, 2005. Analisis Stabilitas Risiko Sistematis Saham di Bursa Efek Jakarta. Tesis Magister Manajemen Universitas Gadjah Mada (MM UGM) Unpublihsed. Jogiyanto, 1998. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta, BPFE. Jones, Charles P (2004). Investments Análisis And Management, Jhon Wiley & Sons Inc., 2004. Sartono, R. Agus, & Sri Zulaihati, 1998. Rasionalitas Investor Terhadap Pemilihan dan Penetran Portafolio Optimal Dengan Model Indeks Tunggal di BEJ. Kelola No. 17/VII/1998. Supranto, J, 2004. Statistik Pasar Modal Keuangan & Perbankan Edisi Revisi, PT Rineka Cipta, Jakarta. Wahyudi, Henry Dwi, 2002. Analisis Investasi Dan Penentuan Portofolio Optimal Di Bursa Efek Jakarta (Studi Komparatif Penggunaan Model Indeks Tunggal dan Random Pada - Indeks LQ-45 Periode 1997-2000’. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Volume 1 No. 2, September 2002 pp. 99-113. Warsono, 2000. Penerapan CAPM Dalam Pengambilan Keputusan Investasi Di Pasar Modal. Usahawan No. 09 Th XXIX September 2000.