Budaya

Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.

Artikel ini belum atau baru diterjemahkan sebagian dari bahasa Inggris.
Bantulah Wikipedia untuk melanjutkannya. Lihat panduan penerjemahan Wikipedia.

Budaya atau kebudayaan (berasal dari bahasa Sansekerta yaitu “buddhayah” yang merupakan bentuk jamak dari “buddhi” (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai "kultur".

Daftar isi

[sunting] Pengertian

Upacara kedewasaan dari suku WaYao di Malawi, Afrika.
Perbesar
Upacara kedewasaan dari suku WaYao di Malawi, Afrika.

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herkovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, disebut superorganic.

Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat

Menurut Edward B. Taylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

[sunting] Unsur-unsur kebudayaan

Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:

  • Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
    • alat-alat teknologi
    • sistem ekonomi
    • keluarga
    • kekuasaan politik
  • Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
    • sistem norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
    • organisasi ekonomi
    • alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
    • organisasi kekuatan (politik)

[sunting] Hubungan antara unsur-unsur kebudayaan

Komponen-komponen atau unsur-unsur utama dari kebudayaan antara lain:

[sunting] Peralatan dan perlengkapan hidup (teknologi)

Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara manusia mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian.

Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian paling sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional (disebut juga sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik), yaitu:

[sunting] Sistem mata pencaharian hidup

Perhatian para ilmuwan pada sistem mata pencaharian ini terfokus pada masalah-masalah mata pencaharian tradisional saja, di antaranya:

  • berburu dan meramu
  • beternak
  • bercocok tanam di ladang
  • menangkap ikan

[sunting] Sistem kekerabatan dan organisasi sosial

[sunting] Sistem kekerabatan

Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial. M, Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan.

Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya.

Dalam kajian sosiologi-antropologi, ada beberapa macam kelompok kekerabatan dari yang jumlahnya relatif kecil hingga besar. Macam-macam kelompok kekerabatan itu antara lain:

  • Keluarga Ambilineal Kecil
  • Keluarga Ambilineal Besar
  • Klan Kecil
  • Klan Besar
  • Fratri
  • Paroh Masyarakat

[sunting] Susunan kekerabatan umum di masyarakat

Selain macam kelompok kekerabatan yang telah dijelaaskan sebelumnya, di masyarakat umum kita juga mengenal kelompok kekerabatan seperti keluarga inti, keluarga luas, keluarga bilateral, dan keluarga unilateral.

[sunting] Organisasi sosial

Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri. Organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara.

[sunting] Bahasa

Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.

Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai berikut:

Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk:

  • Mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari (fungsi praktis).
  • Mewujudkan seni (fungsi artistik).
  • Mempelajari naskah-naskah kuno (fungsi filosofis).
  • Untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.

[sunting] Kesenian

Karya seni dari peradaban  Mesir kuno.
Perbesar
Karya seni dari peradaban Mesir kuno.

Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian yang kompleks.


[sunting] Sistem kepercayaan

Artikel utama: Agama, dan [[]], dan [[]], dan [[]], dan [[]]

Ada kalanya pengetahuan, pemahaman, dan daya tahan fisik menusia dalam menguasai dalam menguasai dan mengungkap rahasia-rahasia alam sangat terbatas. Secara bersamaan, muncul keyakinan akan adanya penguasa tertinggi dari sistem jagad raya ini, yang juga mengendalikan manusia sebagai salah satu bagian jagad raya. Sehubungan dengan itu, baik secara individual maupun hidup bermasyarakat, manusia tidak dapat dilepaskan dari religi atau sistem kepercayaan kepada penguasa alam semesta.

Berkas:Kaftar.jpg
Islamic tilework of the Shrine of Hadhrat Masoumah, first built in the late 8th century. Islamic art has been mainly abstract and decorative, portraying geometric, floral, Arabesque, and calligraphic designs. Islamic art does not include depictions of human beings, as Muslims believe this tempts followers of the Prophet to idolatry.

Agama dan sistem kepercayaan lainnya seringkali terintegrasi dengan kebudayaan. Agama (bahasa Inggris: Religion, yang berasar dari bahasa Latin religare, yang berarti "menambatkan"), adalah sebuah unsur kebudayaan yang penting dalam sejarah umat manusia. Dictionary of Philosophy and Religion (Kamus Filosofi dan Agama) mendefinisikan kebudayaan sebagai berikut:

... sebuah institusi dengan keanggotaan yang diakui dan biasa berkumpul bersama untuk beribadah, dan menerima sebuah paket doktrin yang menawarkan hal yang terkait dengan sikap yang harus diambil oleh individu untuk mendapatkan kebahagiaan sejati.[1]

Agama biasanya memiliki suatu prinsip, seperti "10 Firman" dalam agama Kristen atau "5 rukun Islam" dalam agama Islam. Kadang-kadang agama dilibatkan dalam sistem pemerintahan, seperti misalnya dalam sistem teokrasi. Agama juga mempengaruhi kesenian.

[sunting] Agama Ibrahim

Yahudi adalah salah satu agama yang -- jika tidak disebut sebagai yang pertama -- tercatat sebagai agama monotheistik dan salah satu agama tertua yang masih ada sampai sekarang. Nilai-nilai dan sejarah umat Yahudi adalah bagian utama dari agama Ibrahim lainnya, seperti Kristen dan Islam.

Kristen adalah salah satu agama penting yang berhasil mengubah wajah kebudayaan Eropa dalam 1700 tahun terakhir. Pemikiran para filosopis modern pun banyak terpengaruh oleh para filosopis Kristen semacam St. Thomas Aquinas dan Eramus.

[sunting] Filosofi dan Agama dari Timur

Agni, dewa api agama Hindu
Perbesar
Agni, dewa api agama Hindu
Artikel utama: Eastern philosophy, dan Agama dari timur, dan [[]], dan [[]], dan [[]]

Filosopi dan Agama seringkali saling terkait satu sama lain pada kebudayaan Asia. Agama dan filosofi di Asia kebanyakan berasal dari India dan China dan menyebar disepanjang benua Asia melalui difusi kebudayaan dan migrasi.

Hinduism is the wellspring of Buddhism, the Mahāyāna branch of which spread north and eastwards from India into Tibet, China, Mongolia, Japan and Korea and south from China into Vietnam. Theravāda Buddhism spread throughout Southeast Asia, including Sri Lanka, parts of southwest China, Cambodia, Laos, Myanmar, and Thailand.

Indian philosophy includes Hindu philosophy. They contain elements of nonmaterial pursuits, whereas another school of thought from India, Carvaka, preached the enjoyment of material world. Confucianism and Taoism, both of which originated in China have had pervasive influence on both religious and philosophical traditions, as well as statecraft and the arts throughout Asia.

Pada abad ke-20, di kedua negara berpenduduk paling padat se-Asia, dua aliran filosofi politik tercipta. Ghandhi memberikan pengertian baru tentang Ahimsa, inti dari kepercayaan Hindu maupun Jani, dan memberikan definisi baru tentang konsep antikekerasan dan antiperang. Pada periode yang sama, filosofi komunisme Mao Zedong menjadi sistem kepercayaan sekuler yang sangat kuat di China.

[sunting] Agama tradisional

Artikel utama: Agama tradisional, dan [[]], dan [[]], dan [[]], dan [[]]

Agama tradisional, atau terkadang disebut sebagai "agama nenek moyang", dianut oleh sebagian suku pedalaman di Asia, Afrika, dan Amerika. Pengaruh bereka cukup besar; mungkin bisa dianggap telah menyerap kedalam kebudayaan atau bahkan menjadi agama negara, seperti misalnya agama Shinto. Seperti kebanyakan agama lainnya, agama tradisional menjawab kebutuhan rohani manusia akan ketentraman hati di saat bermasalah, tertimpa musibah, tertimpa musibah dan menyediakan ritual yang ditujukan untuk kebahagiaan manusia itu sendiri.

[sunting] "American Dream"

American Dream, atau "mimpi orang Amerika" dalam bahasa Indonesia, adalah sebuah kepercayaan, yang dipercayai oleh banyak orang di Amerika Serikat. Mereka percaya, melalui kerja keras, pengorbanan, dan kebulatan tekad, tanpa memperdulikan status sosial, seseorang dapat mendapatkan kehidupan yang lebih baik. [2] Gagasan ini berakar dari sebuah keyakinan bahwa Amerika Serikat adalah sebuah "kota di atas bukit" (atau city upon a hill"), "cahaya untuk negara-negara" ("a light unto the nations"),[3] yang memiliki nilai dan kekayaan yang telah ada sejak kedatangan para penjelajah Eropa sampai generasi berikutnya.

[sunting] Pernikahan

Agama sering kali mempengaruhi pernikahan dan perilaku seksual. Kebanyakan gereja Kristen memberikan semacam pemberian berkah kepada orang yang menikah; gereja biasanya memasukkan acara pengucapan janji pernikahan dihadapan tamu, sebagai bukti bahwa komunitas tersebut menerima pernikahan mereka. Orang Kristen juga melihat hubungan antara Yesus Kristus dengan gerejanya. Gereja Katolik Roma mempercayai bahwa sebuah perceraian adalah salah, dan orang yang bercerai tidak dapat dinikahkan kembali di gereja.

[sunting] Sistem ilmu dan pengetahuan

Secara sederhana, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia tentang benda, sifat, keadaan, dan harapan-harapan. Pengetahuan dimiliki oleh smua suku bangsa di dunia. Mereka memperoleh pengetahuan melalui pengalaman, intuisi, wahyu, dan berpikir menurut logika, atau percobaan-percobaan yang bersifat empiris (trial and error).

Sistem pengetahuan tersebut dikelompokkan menjadi:

  • pengetahuan tentang alam
  • pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan di sekitarnya
  • pengetahuan tentang tubuh manusia, pengetahuan tentang sifat dan tingkah laku sesama manusia
  • pengetahuan tentang ruang dan waktu

[sunting] Cara pandang terhadap kebudayaan

[sunting] Kebudayaan sebagai peradaban

Many people today have an idea of "culture" that developed in Europe during the 18th and early 19th centuries. This notion of culture reflected inequalities within European societies, and between European powers and their colonies around the world. It identifies "culture" with "civilization" and contrasts it with "nature." According to this way of thinking, one can classify some countries as more civilized than others, and some people as more cultured than others. Some cultural theorists have thus tried to eliminate popular or mass culture from the definition of culture. Theorists such as Matthew Arnold (1822-1888) or the Leavises regard culture as simply the result of "the best that has been thought and said in the world”[4] Arnold contrasted culture with social chaos or anarchy. On this account, culture links closely with social cultivation: the progressive refinement of human behavior. Arnold consistently uses the word this way: "... culture being a pursuit of our total perfection by means of getting to know, on all the matters which most concern us, the best which has been thought and said in the world".[4]

Artifak tentang "kebudayaan tingkat tinggi" (High Culture) oleh Edgar Degas.
Perbesar
Artifak tentang "kebudayaan tingkat tinggi" (High Culture) oleh Edgar Degas.

In practice, culture referred to élite goods and activities such as haute cuisine, high fashion or haute couture, museum-caliber art and classical music, and the word cultured described people who knew about, and took part in, these activities. For example, someone who used 'culture' in the sense of 'cultivation' might argue that classical music is more refined than music produced by working-class people, such as punk rock or the indigenous music traditions of aboriginal peoples of Australia.

People who use the term "culture" in this way tend not to use it in the plural as "cultures". They do not believe that distinct cultures exist, each with their own internal logic and values; but rather that only a single standard of refinement suffices, against which one can measure all groups. Thus, according to this worldview, people with different customs from those who regard themselves as cultured do not usually count as "having a different culture," but are classed as "uncultured." People lacking "culture" often seemed more "natural," and observers often defended (or criticized) elements of high culture for repressing "human nature".

From the 18th century onwards, some social critics have accepted this contrast between cultured and uncultured, but have stressed the interpretation of refinement and of sophistication as corrupting and unnatural developments that obscure and distort people's essential nature. On this account, folk music (as produced by working-class people) honestly expresses a natural way of life, and classical music seems superficial and decadent. Equally, this view often portrays Indigenous peoples as 'noble savages' living authentic unblemished lives, uncomplicated and uncorrupted by the highly-stratified capitalist systems of the West.

Today most social scientists reject the monadic conception of culture, and the opposition of culture to nature. They recognize non-élites as just as cultured as élites (and non-Westerners as just as civilized) -- simply regarding them as just cultured in a different way. Thus social observers contrast the "high" culture of élites to "popular" or pop culture, meaning goods and activities produced for, and consumed by the masses. (Note that some classifications relegate both high and low cultures to the status of subcultures.)

[sunting] Culture as worldview

During the Romantic era, scholars in Germany, especially those concerned with nationalist movements — such as the nationalist struggle to create a "Germany" out of diverse principalities, and the nationalist struggles by ethnic minorities against the Austro-Hungarian Empire — developed a more inclusive notion of culture as "worldview." In this mode of thought, a distinct and incommensurable world view characterizes each ethnic group. Although more inclusive than earlier views, this approach to culture still allowed for distinctions between "civilized" and "primitive" or "tribal" cultures.

By the late 19th century, anthropologists had adopted and adapted the term culture to a broader definition that they could apply to a wider variety of societies. Attentive to the theory of evolution, they assumed that all human beings evolved equally, and that the fact that all humans have cultures must in some way result from human evolution. They also showed some reluctance to use biological evolution to explain differences between specific cultures — an approach that either exemplified a form of, or segment of society vis a vis other segments and the society as a whole, they often reveal processes of domination and resistance.

In the 1950s, subcultures — groups with distinctive characteristics within a larger culture — began to be the subject of study by sociologists. The 20th century also saw the popularization of the idea of corporate culture — distinct and malleable within the context of an employing organization or a workplace.

[sunting] Kebudayaan sebagai simbol

The symbolic view of culture, the legacy of Clifford Geertz (1973) and Victor Turner (1967), holds symbols to be both the practices of social actors and the context that gives such practices meaning. Anthony P. Cohen (1985) writes of the "symbolic gloss" which allows social actors to use common symbols to communicate and understand each other while still imbuing these symbols with personal significance and meanings.[5] Symbols provide the limits of cultured thought. Members of a culture rely on these symbols to frame their thoughts and expressions in intelligible terms. In short, symbols make culture possible, reproducible and readable. They are the "webs of significance" in Weber's sense that, to quote Pierre Bourdieu (1977), "give regularity, unity and systematicity to the practices of a group."[6] Thus, for example:

  • "Stop, in the name of the law!"—Stock phrase uttered to the antagonists by the sheriff or marshal in 20th century American Old Western movies
  • Law and order—stock phrase in the United States
  • Peace and order—stock phrase in the Philippines

[sunting] Kebudayaan sebagai mekanisme stabilisasi

Modern cultural theory also considers the possibility that (a) culture itself is a product of stabilization tendencies inherent in evolutionary pressures toward self-similarity and self-cognition of societies as wholes, or tribalisms. See Steven Wolfram's A new kind of science on iterated simple algorithms from genetic unfolding, from which the concept of culture as an operating mechanism can be developed,[7] and Richard Dawkins' The Extended Phenotype for discussion of genetic and memetic stability over time, through negative feedback mechanisms.[8]

[sunting] Kebudayaan di antara masyarakat

Large societies often have subcultures, or groups of people with distinct sets of behavior and beliefs that differentiate them from a larger culture of which they are a part. The subculture may be distinctive because of the age of its members, or by their race, ethnicity, class or gender. The qualities that determine a subculture as distinct may be aesthetic, religious, occupational, political, sexual or a combination of these factors.

In dealing with immigrant groups and their cultures, there are essentially four approaches:

  • Monoculturalism: In Europe, culture is very closely linked to nationalism, thus government policy is to assimilate immigrants.
  • Leitkultur (core culture): A model developed in Germany by Bassam Tibi. The idea is that minorities can have an identity of their own, but they should at least support the core concepts of the culture on which the society is based.
  • Melting Pot: In the United States, the traditional view has been one of a melting pot where all the immigrant cultures are mixed and amalgamated without state intervention.
  • Multiculturalism: A policy that immigrants and others should preserve their cultures with the different cultures interacting peacefully within one nation.

The way nation states treat immigrant cultures rarely falls neatly into one or another of the above approaches. The degree of difference with the host culture (i.e., "foreignness"), the number of immigrants, attitudes of the resident population, the type of government policies that are enacted and the effectiveness of those policies all make it difficult to generalize about the effects. Similarly with other subcultures within a society, attitudes of the mainstream population and communications between various cultural groups play a major role in determining outcomes. The study of cultures within a society is complex and research must take into account a myriad of variables.

[sunting] Kebudayaan menurut wilayah

Artikel utama: Kebudayaan menurut wilayah, dan [[]], dan [[]], dan [[]], dan [[]]

Seiring dengan kemajuan teknologi dan informasi, hubungan dan saling keterkaitan kebudayaan-kebudayaan di dunia saat ini sangat tinggi. Selain kemajuan teknologi dan informasi, hal tersebut juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi, migrasi, dan agama.

Afrika

Beberapa kebudayaan di benua Afrika terbentuk melalui penjajahan Eropa, seperti kebudayaan Sub-Sahara. Sementara itu, wilayah Afrika Utara lebih banyak terpengaruh oleh kebudayaan Arab dan Islam.

Hopi man weaving on traditional loom in the USA.
Perbesar
Hopi man weaving on traditional loom in the USA.
Amerika

Kebudayaan di benua Amerika dipengaruhi oleh suku-suku Asli benua Amerika; orang-orang dari Afrika (terutama di Amerika Serikat), dan para imigran Eropa terutama Spanyol, Inggris, Perancis, Portugis, Jerman, dan Belanda.

Asia

Asia memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda satu sama lain, meskipun begitu, beberapa dari kebudayaan tersebut memiliki pengaruh yang menonjol terhadap kebudayaan lain, seperti misalnya pengaruh kebudayaan Tiongkok kepada kebudayaan Jepang, Korea, dan Vietnam. Dalam bidang agama, agama Budha dan Taoisme banyak mempengaruhi kebudayaan di Asia Timur. Selain kedua Agama tersebut, norma dan nilai Agama Islam juga turut mempengaruhi kebudayaan terutama di wilayah Asia Selatan dan tenggara.

Australia

Kebanyakan budaya di Australia masa kini berakar dari kebudayaan Eropa dan Amerika. Kebudayaan Eropa dan Amerika tersebut kemudian dikembangkan dan disesuaikan dengan lingkungan benua Australia, serta diintegrasikan dengan kebudayaan penduduk asli benua Australia, Aborigin.

Eropa

Kebudayaan Eropa banyak terpengaruh oleh kebudayaan negara-negara yang pernah dijajahnya. Kebudayaan ini dikenal juga dengan sebutan "kebudayaan barat". Kebudayaan ini telah diserap oleh banyak kebudayaan, hal ini terbukti dengan banyaknya pengguna bahasa Inggris dan bahasa Eropa lainnya di seluruh dunia. Selain dipengaruhi oleh kebudayaan negara yang pernah dijajah, kebudayaan ini juga dipengaruhi oleh kebudayaan Yunani kuno, Romawi kuno, dan agama Kristen, meskipun kepercayaan akan agama banyak mengalami kemunduran beberapa tahun ini.

Timur Tengah dan Afrika Utara

Kebudayaan didaerah Timur Tengah dan Afrika Utara saat ini kebanyakan sangat dipengaruhi oleh nilai dan norma agama Islam, meskipun tidak hanya agama Islam yang berkembang di daerah ini.

[sunting] Referensi

  • Arnold, Matthew. 1869. Culture and Anarchy. New York: Macmillan. Third edition, 1882, available online. Retrieved: 2006-06-28.
  • Boritt, Gabor S. 1994. Lincoln and the Economics of the American Dream. University of Illinois Press. ISBN 0-252-06445-3.
  • Bourdieu, Pierre. 1977. Outline of a Theory of Practice. Cambridge University Press. ISBN 0-521-29164-X
  • Cohen, Anthony P. 1985. The Symbolic Construction of Community. Routledge: New York,
  • Dawkiins, R. 1982. The Extended Phenotype: The Long Reach of the Gene. Paperback ed., 1999. Oxford Paperbacks. ISBN 0-19-288051-9
  • Forsberg, A. Definitions of culture CCSF Cultural Geography course notes. Retrieved: 2006-06-29.
  • Geertz, Clifford. 1973. The Interpretation of Cultures: Selected Essays. New York. ISBN 0-465-09719-7.
— 1957. "Ritual and Social Change: A Javanese Example," American Anthropologist, Vol. 59, No. 1.
  • Goodall, J. 1986. The Chimpanzees of Gombe: Patterns of Behavior. Cambridge, MA: Belknap Press of Harvard University Press. ISBN 0-674-11649-6
  • Hoult, T. F., ed. 1969. Dictionary of Modern Sociology. Totowa, New Jersey, United States: Littlefield, Adams & Co.
  • Jary, D. and J. Jary. 1991. The HarperCollins Dictionary of Sociology. New York: HarperCollins. ISBN 0-604-61086-5
  • Keiser, R. Lincoln 1969. The Vice Lords: Warriors of the Streets. Holt, Rinehart, and Winston. ISBN 0-03-080361-6.
  • Kroeber, A. L. and C. Kluckhohn, 1952. Culture: A Critical Review of Concepts and Definitions. Cambridge, MA: Peabody Museum
  • Kim, Uichol (2001). "Culture, science and indigenous psychologies: An integrated analysis." In D. Matsumoto (Ed.), Handbook of culture and psychology. Oxford: Oxford University Press
  • Middleton, R. 1990. Studying Popular Music. Philadelphia: Open University Press. ISBN 0-335-15275-9.
  • Rhoads, Kelton. 2006. The Culture Variable in the Influence Equation.
  • Tylor, E.B. 1974. Primitive culture: researches into the development of mythology, philosophy, religion, art, and custom. New York: Gordon Press. First published in 1871. ISBN 0-87968-091-1
  • O'Neil, D. 2006. Cultural Anthropology Tutorials, Behavioral Sciences Department, Palomar College, San Marco, California. Retrieved: 2006-07-10.
  • Reagan, Ronald. "Final Radio Address to the Nation", January 14, 1989. Retrieved June 3, 2006.
  • Reese, W.L. 1980. Dictionary of Philosophy and Religion: Eastern and Western Thought. New Jersey U.S., Sussex, U.K: Humanities Press.
  • UNESCO. 2002. Universal Declaration on Cultural Diversity, issued on International Mother Language Day, February 21, 2002. Retrieved: 2006-06-23
  • White, L. 1949. The Science of Culture: A study of man and civilization. New York: Farrar, Straus and Giroux.
  • Wilson, Edward O. (1998). Consilience: The Unity of Knowledge. Vintage: New York. ISBN 0-679-76867-X.
  • Wolfram, Stephen. 2002 A New Kind of Science. Wolfram Media, Inc. ISBN 1-57955-008-8

[sunting] Lihat pula

[sunting] Pranala luar