Pengguna:Hedi Rachdiana
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Kenapa Palestina Harus Dengan Islam?
Oleh: Hedi Rachdiana
Kita terjebak dalam sebuah skenario permainan lawan, itulah yang barangkali tepat diistilahkan untuk menyikapi Israel-Palestina. Jebakan lawan kelihatannya berhasil karena saat ini konflik meluas ke Libanon dan kita masih belum sadar bahwa lawan sedang memainkan perannya.
Banyak himbauan untuk melakukan boikot terhadap produk-produk Israel, tepatnya Kita sendiri tidak tahu/sadar produk apa itu!. Jika yang disebut-sebut itu sebagian produk yang kita kenal seperti Cocacola, Nestle, Nescafe, SaraLee dan lain-lain. Inilah yang agak aneh, karena kita tidak tahu/sadar bahwa kita sendiripun boro-boro beli produk–produk itu, untuk beli nasipun susah. Umumnya yang menggunakan produk-produk seperti itu adalah golongan masyarakat minoritas yang tidak tahu apakah mereka sadar ada Israel-Palestina atau tidak!.
Sebagian mayarakat bahkan ada yang mengusulkan untuk melakukan pengucilan Israel di dunia internasional. Lagi-lagi aneh, memangnya yang mempunyai dunia internasional itu siapa, bukankah musuh kita juga?.
Jika kita jujur, tidak ada yang bisa dilakukan dengan semua itu. Kita tidak bisa pakai komputer, kita tidak bisa pakai internet, kita tidak bisa kerja, dan kita tidak bisa tahu kejadian apa saat ini di Israel-Palestina ataupun Libanon, yang notabene juga produk yang harus diboikot!. Mungkinkah?
Infopalestina melansir, bahwa sejumlah partai dan ormas masyarakat Denmark (Ahad 2/7) menyerukan dunia internasional untuk memboikot ekonomi maupun politik terhadap Israel. Mereka tidak akan percaya lagi terhadap kebohongan Israel. Selanjutnya, di tengah permintaan dunia Arab kepada Palestina untuk melepaskan sandera serdadu Israel yang diculik kelompok perlawanan Palestina, justru permintaan ini menurut mereka sangat tidak realistis. Karena dunia Arab seolah menutup mata terhadap berbagai pelanggaran yang dilakukan pemerintah Israel dengan menangkapi rakyat dan pemerintahan Palestina.
Terlepas bahwa sikap tersebut sebagai sebuah bentuk permintaan simpati dunia (Islam) atas kekeliruannya kasus Jyllands-Postern, patutlah dihargai ketimbang sikap bangsa-bangsa yang mengatasnamakan dirinya bangsa-bangsa Arab tersebut. Padahal mereka mengetahui bahwa Palestina tidaklah terlepas dari keberadaan sejarah peradaban bangsa mereka sendiri. Lebih-lebih mereka juga meyakini bahwa Islam pun berkaitan erat dengan keberadaan Palestina dengan masjid Aqsha-nya.
Inilah yang terkadang membuat kebingungan saya, apakah kasus Palestina ini murni dengan nuasa Islamnya atau politiknya!. Apapun, bagi saya ini murni tentang kemanusiaan sebuah bangsa yang diinjak-injak oleh sebuah bangsa lainnya. Kasus ini bagi saya sama dengan kasus Afganistan atau Irak oleh biadabnya Amerika dengan mengatasnamakan terorisme. Padahal ujung-ujungnya urusan politik karena urusan ekonomi.
Jika kasus Palestina diangkat kepermukaan dengan nuasa Islam, maka nyatanya dengan mengatasnamakan Islam pun tidaklah mampu menimbulkan simpati nyata dalam bentuk tindakan konkrit dari dunia Islam umumnya. Masalahnya adalah, selain bangsa Arab (Saudi), bangsa-bangsa Islam lainnya telah dibikin tak berdaya oleh problemanya sendiri, baik karena faktor internal maupun eksternal.
Selanjutnya, jika sentimen agama dikaikan, maka kebingungan saya pun bertambah-tambah ketika belum ada bentuk simpati nyata bangsa Arab (Saudi) sebagai kiblatnya umat Islam untuk Palestina terutama sikap politisnya. Padahal hemat saya bisa saja pemerintah Arab (Saudi) dengan kekuatan politis maupun ekonominya melalukan pendekatan-pendekatan tertentu khususnya kepada Amerika sebagai kiblatnya Israel.
Dengan demikian, demi untuk mencapai simpati mendunia sudah saatnya politik simpati Palestina dinuasakan kemanusiaan daripada emosional agama, ketimbang mencari simpati dunia Islam yang notabene dunia Islampun tidak mampu berbuat banyak. Khususnya jika mencari simpati kepada Indonesia yang syarat dengan problema konflik, musibah, kemiskinan, dan kebangkrutan moralnya.
Kemanusiaan saya tersentuh ketika masmedia memaparkan photo ibu-ibu dan anak-anak Palesina berdarah-darah dianiaya oleh kebiadaban Israel. Dan saya yakin setiap manusia akan tersentuh kemanusiaannya, tanpa melihat apapun keyakinannya. Lebih-lebih bangsa Palestina pun pemeluknya bukanlah cuman Islam.