Francisca C. Fanggidaej

Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.

Francisca C. Fanggidaej (lahir 1925 di Noël Mina, Timor) adalah seorang guru bahasa Inggris dan penerjemah. Ia juga bekerja sebagai wartawan untuk Radio Gelora Pemuda Indonesia. Francisca dilahirkan dari keluarga Gottlieb Fanggidaej, seorang pegawai tinggi di Hindia Belanda dan Magda Maël, ibu rumah tangga dari Timor.

Daftar isi

[sunting] Masa kecil

Francisca belajar di Europeesche Lagere School (ELS) dan kemudian melanjutkan ke MULO. Di rumah, ia hanya diizinkan berbahasa Belanda. Hal ini menyebabkan ia bertumbuh merasakan dirinya sebagai seorang bangsa Belanda.

[sunting] Ikut perjuangan pemuda

Pada 6-10 November 1945 ia menjadi seorang delegasi Pemuda Republik Indonesia dalam Kongres Pemuda Indonesia I di Yogyakarta. Setelah Kongres berakhir, ia tidak bisa kembal ke Surabaya karena meletusnya pertempuran antara rakyat dan pemuda Surabaya melawan pasukan NICA. Ia memutuskan untuk bergabung dengan delegasi Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) dan kemudian menjadi anggotanya. Ia aktif dalam perjuangan untuk kemerdekaan, dengan mengadakan kampanye penerangan kepada rakyat tentang arti kemerdekaan dan kolonialisme.

Francisca aktif dalam Badan Kongres Pemuda Republik Indonesia (BPKRI) yang salah satu kegiatannya adalah melakukan siaran Radio Gelora Pemuda di Madiun dengan menggunakan bahasa Belanda dan Inggris. Program ini terutama ditujukan kepada pasukan-pasukan Belanda dan Inggris dengan maksud memberikan gambaran kepada mereka bagaimana pendapat orang Indonesia sendiri tentang kemerdekaan dan kolonialisme.

Pada 21 Juli 1947, ia berangkat ke India untuk kemudian lanjut ke Festival Pemuda Sedunia Pertama di Praha, Cekoslowakia.

Dari Praha ia pergi London dan di sana ia menerima kawat dari BKPRI agar selesai Festival ia pergi ke Kolkata untuk mewakili BKPRI dalam Panitia Persiapan South East Asian Youth & Students Conference yang akan diselenggarakan 2126 Februari 1948 di kota tersebut.

[sunting] Peristiwa Madiun

Tak lama setelah kembalinya Francisca ke tanah air, Indonesia dilanda pergolakan politik yang hebat dengan terjadinya Peristiwa Madiun September 1948. Dalam peristiwa ini terjadi penangkapan dan pembantaian ribuan orang komunis Indonesia. Salah satu korbannya adalah suami Francisca, Sukarno, Ketua Badan Penerangan DPP PESINDO, yang saat itu berumur 28 tahun.

[sunting] Menjadi ketua Pemuda Rakyat

Setelah Kongres Pesindo pada 1950, organisasi ini berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia, dan mengubah namanya mejadi Pemuda Rakyat. Francisca terpilih menjadi ketua organisasi ini.

Pada 1957, ia terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat mewakili wartawan. Sebagai anggota delegasi parlemen, ia berkunjung ke Kuba pada 1960 dan 1953, serta berjumpa dengan Fidel Castro di sana.

[sunting] Hidup di pengasingan

Pada 1964, ia menjadi penasihat Presiden Soekarno dalam kunjungannya ke Aljaziar. Di tahun 1965 ia berkunjung ke Chili sebagai anggota delegasi Indonesia dalam kongres Organisasi Wartawan Internasional di sana. Pada waktu itulah meletus tragedi G30S, sehingga ia tidak dapat kembali ke Indonesia. Sejak itu ia tinggal selama dua puluh tahun di Republik Rakyat Tiongkok. Sejak 1985 ia menetap di Belanda.

[sunting] Aktivitas sekarang

Di Belanda, Francisca menjadi anggota Komite Indonesia-Belanda, dan ikut mendirikan Stichting Azië Studies (Yayasan Studi Asia). Pada tahun 2003 untuk pertama kalinya ia dapat kembali ke Indonesia untuk menemui keluarganya, setelah hampir empat puluh tahun hidup di pengasingan.

[sunting] Keluarga

Pada 1948 Francisca menikah dengan Sukarno, seorang anggota dewan dari Pesindo. Dari Sukarno, Francisca memperoleh seorang anak perempuan, Nilakandi Sri Luntowati. Dari pernikahannya yang kedua dengan sesama wartawan, Soepriyo, ia memperoleh enam orang anak.

[sunting] Pranala luar