Pedoman Rakyat

Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.

Harian Pedoman Rakyat adalah surat kabar Indonesia yang terbit di Makassar sejak 1 Maret 1947. Pendirinya adalah Soegardo (1916-1955) dan Henk Rondonuwu (1910-1974).

Daftar isi

[sunting] Sejarah

[sunting] Media Perjuangan

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Pemerintah Belanda di bawah pimpinan Dr Van Mook, berupaya menegakkan kembali kekuasaannya di Indonesia dengan politik memecah-belah, lewat pembentukan negara bagian. Rakyat Indonesia ketika itu terpecah menjadi dua golongan, yakni Golongan Republikein yang konsekuen mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta Golongan Federalis yang termakan pengaruh Van Mook.

Bagian timur Indonesia waktu itu disiapkan sebagai satu negara bagian diberi nama Negara Indonesia Timur (NIT). Karena berbagai reaksi menentang rencana itu, Belanda melarang kegiatan politik lewat partai-partai politik. Kaum Republikein tetap konsisten tidak mau bekerja sama dengan Belanda. Salah satu jalan untuk tetap memperjuangkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, adalah melalui surat kabar. Maka, pada hari Sabtu, 1 Maret 1947 diterbitkanlah Majalah Tengah Boelanan: Pedoman.

Kehadiran Pedoman tidak disenangi Pemerintah Belanda dalam NIT. Pertengahan tahun 1947, Pemerintah Belanda mengeluarkan keputusan mengusir Pimpinan Umum/Redaksi Pedoman, Soegardo dari wilayah NIT. Pedoman kemudian diteruskan pengasuhnya di bawah pimpinan Henk Rondonuwu sebagai Pemimpin Umum/Redaksi dan dibantu oleh beberapa reporter muda yang penuh vitalitas, antara lain LE Manuhua (almarhum). Pada saat itu, Pedoman yang semula terbit tengah bulanan meningkat menjadi minggoean.

Berkat dukungan positif dari masyarakat daerah ini, pada 17 Agustus 1948, selain Minggoean Pedoman, juga diterbitkan sebuah surat kabar harian diberi nama Pedoman Harian. Karena waktu itu Pemerintah Belanda tidak membolehkan percetakan untuk mencetak surat kabar, maka Pedoman Minggoean dan Pedoman Harian terbit stensilan.

Oktober 1948, Percetakan Drukkery Macasser membuka kesempatan kepada Minggoean Pedoman. Karena biaya cetak cukup tinggi, Pedoman hanya mampu cetak beberapa kali di percetakan tersebut.

Langkah berikutnya, Pemerintah Belanda kembali melancarkan intimidasi terhadap pers Republikein di daerah ini. Dengan alat judikatif, Belanda menuntut sejumlah penanggung jawab surat kabar, dengan tuduhan menghina Ratu Belanda. Henk Rondonuwu sebagai penanggung jawab redaksi Pedoman dan Pedoman Harian dihukum penjara tiga bulan. Minggoean Pedoman berhenti terbit untuk sementara, sedangkan Pedoman Harian tetap terbit.

Tahun 1949, selain Pedoman Harian tetap terbit, diterbitkan pula Mingguan Pedoman Nusantara yang merupakan hasil merger (gabungan) dari Pedoman, Mingguan Nusantara, serta Mingguan Pedoman Wirawan sebagai gabungan dari Rubrik Pemuda pada Mingguan Pedoman dengan Majalah Pemuda Wirawan. Semua penerbitan itu diterbitkan Badan Penerbit Nasional Pedoman.

[sunting] Harian Pedoman Rakyat

Fase perjuangan nasional terus meningkat. Pedoman dan Pedoman Harian tetap terbit karena dua media ini kebetulan tidak dilarang Pemerintah Belanda.

Suasana politik berubah ketika penyerahan kedaulatan tahun 1950. Para pengasuh Pedoman dan Pedoman Harian sudah menganggap bukan waktunya lagi meneruskan penerbitan ini dalam bentuk stensilan, apalagi Percetakan Drukkery Macasser memberi kesempatan cetak lagi bagi Pedoman dan Pedoman Minggoean.

Mulai Novemver 1950 diterbitkanlah harian Pedoman Rakyat sebagai gabungan semua penerbitan sejak Tengah Boelanan Pedoman 1 Maret 1947. Seiring dengan pemakaian nama baru, juga berubah bentuk menjadi surat kabar umum (broadsheet) dengan cetak offset. Rencana penerbitan itu memiliki percetakan sendiri sejak 1948 baru terwujud pada 1952/1953. Pemerintah prafederal saat itu memberikan bantuan lima unit mesin percetakan pers didatangkan dari luar negeri.

Pada mulanya lisensi satu unit percetakan itu diberikan kepada Badan Penerbit Nasional Pedoman, tetapi ada perubahan suasana politik. Pemerintah mengubah keputusan menyerahkan kepada tiga penerbit nasional di Makassar, yakni tiga harian, masing-masing Pedoman Rakyat, Marhaen, dan Sulawesi Bergolak.

Tiga harian ini kemudian membentuk PT Penerbitan dan Percetakan Sulawesi, diresmikan 17 Agustus 1953. Setelah pengresmian, Sulawesi Bergolak berhenti terbit, sehingga pengelolaan percetakan dan penerbitan tersebut dilanjutkan oleh Pedoman Rakyat dan Marhaen.

April 1959, status PT Percetakan Sulawesi dialihkan secara sewa beli kepada Pedoman Rakyat dan Marhaen. Percetakan milik pemerintah itu menjadi milik sepenuhnya PT Percetakan Sulawesi tahun 1970. Badan Penerbit Marhaen kemudian melepaskan hak turut sertanya tanggal 1 Mei 1972, dengan menjual sahamnya kepada Pedoman Rakyat (Firma Perak).

[sunting] Rubrik

Terbit 24 halaman setiap hari, Pedoman Rakyat menawarkan sejumlah rubrik, yakni Politik & Hukum, Metropolitan, Bisnis, Dunia, Nasional, Opini, Juku Eja (sepakbola PSM dan nasional), Sport, Bola (sepakbola dunia/mancanegara), Layanan Umum, Regional (kawasan timur Indonesia), Lokus (halaman daerah Sulawesi Selatan), Humaniora, Infotainment, dan Life Style.

Khusus terbitan Minggu, harian ini menawarkan rubrik Umum, Konsultasi Kesehatan, Remaja, Dunia Anak, Keluarga & Kesehatan, Sport, Juku Eja, Seleb, Internasional, Resto, Teknologi Informasi, Pariwisata, Esai Foto, Seni Budaya, Resensi, Fashion, Santai, dan Life Style Sport.