Seni Budaya Banyuwangi

Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.

Ada usul agar artikel atau bagian ini digabungkan ke artikel Kabupaten Banyuwangi.   (Perbincangkan)

[sunting] Jabaran

Kabupaten Dati II Banyuwangi yang berada di ujung timur Pulau Jawa, selain menjadi perlintasan dari Jawa ke Bali, juga merupakan daerah pertemuan berbagai jenis kebudayaan dari berbagai wilayah. Budaya masyarakat Banyuwangi diwarnai oleh budaya Jawa, Bali, Madura, Melayu, Eropa dan budaya lokal yang saling isi mengisi dan akhirnya menjadi tipikal yang tidak ditemui di wilayah manapun di Pulau Jawa.

Kesenian Banyuwangi mempunyai jati dirinya sendiri yang merupakan perwujudan dari berbagai budaya yang mewarnainya. Banyak sekali kesenian khas ini yang akhirnya kerap mewakili Jawa Timur dalam berbagai even nasional.

[sunting] Jenis-jenis Kesenian

Kesenian tradisional khas Banyuwangi tumbuh dan berkembang dari kebudayaan masyarakat Banyuwangi, khususnya masyarakat Using (Lare Osing) yang mempunyai cirri tersendiri. Kesenian-kesenian tersebut antara lain :

Jenis kesenian tadi merupakan sebagian dari kesenian khas Banyuwangi yang masih hidup dan berkembang di kalangan masyarakat setempat.

[sunting] Musik khas Banyuwangi

Penanda khas gamelan Banyuwangi, khususnya yang dipakai dalam tari Gandrung adalah adanya kedua biola, yang salah satunya dijadikan sebagai pantus atau pemimpin lagu. Menurut sejarahnya, pada sekitar abad ke-19, seorang Eropa menyaksikan pertunjukan Seblang (atau Gandrung?) yang diiringi dengan suling. Kemudian orang tersebut mencoba menyelaraskannya dengan biola yang dia bawa waktu itu, pada saat dia mainkan lagu-lagu Seblang tadi dengan biola, orang-orang sekitar terpesona dengan irama menyayat yang dihasilkan biola tersebut. Sejak itu, biola mulai menggeser suling karena dapat menghasilkan nada-nada tinggi yang tidak mungkin dikeluarkan oleh suling.

Selain itu, gamelan ini juga menggunakan kluncing (triangle), yakni alat musik berbentuk segitiga yang dibuat dari kawat besi tebal, dan dibunyikan dengan alat pemukul dari bahan yang sama.

Kemudian terdapat kendhang yang jumlahnya bisa satu atau dua. Kendhang yang dipakai di Banyuwangi hampir serupa dengan kendhang yang dipakai dalam gamelan Sunda maupun Bali. Fungsinya adalah menjadi komando dalam musik, dan sekaligus memberi efek musical di semua sisi.

Alat berikutnya adalah kethuk. Terbuat dari besi, berjumlah dua buah dan dibuat berbeda ukuran sesuai dengan larasannya. Kethuk Estri (feminine) adalah yang besar, atau dalam gamelan Jawa disebut Slendro. Sedangkan kethuk jaler (maskulin) dilaras lebih tinggi satu kempyung (kwint). Fungsi kethuk disini bukan sekedar sebagai instrumen ‘penguat atau penjaga irama’ seperti halnya pada gamelan Jawa, namun tergabung dengan kluncing untuk mengikuti pola tabuhan kendang.

Sedangkan kempul atau gong, dalam gamelan Banyuwangi (khususnya Gandrung) hanya terdiri dari satu instrumen gong besi. Kadang juga diselingi dengan saron bali dan angklung.

Selain Gamelan untuk Gandrung ini, gamelan yang dipakai untuk pertunjukan Angklung Caruk agar berbeda dengan Gandrung, karena ada tambahan angklung bambu yang dilaras sesuai tinggi nadanya. Untuk patrol, semua alat musiknya terbuat dari bambu. Bahkan untuk pertunjukan Janger, digunakan gamelan Bali, dan Rengganis gamelan Jawa lengkap. Sedang khusus kesenian Hadrah Kunthulan, digunakan rebana, beduk, kendhang, biola dan kadang bonang (atau dalam gamelan Bali disebut Reong).

Modernisasipun tidak terelakkan dalam seni musik Banyuwangi, muncul berbagai varian musik yang merupakan paduan tradisional dan modern, seperti Kunthulan Kreasi, Gandrung Kreasi, Kendhang Kempul Kreasi dan Janger Campursari yang memasukkan unsure elekton kedalam musiknya, dan menjadi kesenian popular di kalangan masyarakat. Namun demikian, sebagian pakar kebudayaan mengkhawatirkan seni kreasi ini akan menggeser kesenian klasik yang sudah berkembang selama berratus-ratus tahun.

Demikianlah bahwasanya seni musik Banyuwangi merupakan kesenian yang terbuka sejak dulu, karena banyaknya pengaruh luar yang masuk dan diadaptasi sesuai dengan budaya setempat, sehingga justru memberikan warna tersendiri dalam kesenian setempat.