Pembicaraan Berkas:Lambang Lampung.jpg
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
- pindahan dari info utama:
LAMBANG LAMPUNG - VISI KAMPUNG, APA IYA? Oleh : Firdaus Augustian Pelaku Budaya Lampung
Logo Perusahaan biasanya kita ketahui sebagai corporate identity yang ditampilkan dalam sebuah desain yang spesifik, baik berupa symbol dan pola gambar, atau huruf tertulis yang menggambarkan image perusahaan. Logo bisa berupa logotype (logo dengan huruf), atau logogram (logo dengan gambar), dan biasa digunakan untuk mempromosikan produk atau jasa dari suatu perusahaan. Menurut John Murphy (1998), “The successful designer of trademarks and logos needs to have basic intellectual and draftsmanship skills in addition to a sensitivity to the aesthetic elements of design” Begitu John Murphy seorang konsultan ahli yang dimanfaatkan oleh Landor Incorporated sebuah perusahaan periklanan terkemuka di dunia yang merancang dan mendisain logo-logo Perusahaan Dunia. Landor Inc. inilah yang merancang logo PT Garuda Indonesia “si burung biru yang siap terbang” menjelajah angkasa dunia. Tahukah kita untuk merancang dan mendisain logo semacam itu PT Garuda Indonesia mengeluarkan biaya tidak kurang dari Rp. 5.000.000.000,- ( lima milyard rupiah) pada tahun 1985. Diharapkan melalui penggunaan logo baru itu, menimbulkan citra baru, semangat baru, new image, new spirit. Garuda Indonesia a Newly Reborn Airline of the World, begitu diungkapkan oleh M.Soeparno, Direktur Pemasaran PT Garuda Indonesia (1985) pada saat jumpa pers menjelaskan pergantian logo perusahaan. John Murphy bersama Michael Rowe mengemukakan dalam bukunya “How to design Trade marks and Logos”, Logo harus menarik dilihat, mudah dibaca dan tentu saja informative, dia harus merupakan sebuah image, brands dalam perspektif dan visi jauh ke depan. Terakhir yang kita amati adalah PT Pertamina yang mengganti logo dari “bintang kuda laut” menjadi “ huruf P yang profane, dalam ragam warna”, sebelumnya Bank BNI 46, yang kini tidak lagi menggunakan logo visualisasi perahu yang melaju berlayar. Logo adalah simbol yang digunakan untuk menyampaikan pentingnya citra usaha suatu perusahaan. Dapat juga menunjukkan kegiatan dan fungsi perusahaan yang diwakilinya. Karena itu logo harus didesain unik untuk menunjukkan keselarasan, keseimbangan, kelayakan, keindahan dan kesederhanaan, serta melangkah jauh ke depan (dinamis). Kejelasan dan kesederhanaan penting, agar mereka yang mencermatinya, tidak dibingungkan oleh desain dari logo ini. Satu hal yang harus kita perhatikan di dalam mendesain logo, kita jangan memasung orang untuk hanyut pada masa lalu, tetapi harus menciptakan dinamisasi dalam perspektif yang jelas. Kata kuncinya menurut Murphy, di dalam pasar global melalui informasi yang amat tidak terbatas, yang kita jual bukanlah sebuah produk atau jasa semata, tetapi yang kita jual adalah image, brand. Dengan logo yang cerdas akan melahirkan spirit, etos kerja dan budaya kerja yang mampu bersaing dengan perusahaan sejenis, serta akan meningkatkan permintaan pasar terhadap produk yang dihasilkan. Pasar sama sekali tidak menoleh produk sama yang dihasilkan oleh perusahaan lain karena produk perusahaan kita mempunyai image tersendiri dimata konsumen. Bagaimana tentang Lambang-Lambang Daerah, yang biasa digunakan oleh Pemerintah Daerah untuk merefleksikan vision, culture, identity, spirit, motivation, dan perspective masyarakat dan daerahnya ? Tentunya secara substansial pembuatan Lambang Daerah tersebut akan sejalan dengan pembuatan logo sebuah Perusahaan, di dalamnya ada konsep yang jelas, memperlihatkan visi jauh ke depan dan yang paling penting sebuah image harus tampak dari Lambang Daerah. Begitulah kalau kita amati Lambang Propinsi DKI Jakarta, begitu dinamis, harmoni, terlihat demikian visionernya dengan moto Jaya Raya, yang tertulis menantang dalam warna merah dengan dasar putih, lambang daerah dengan dominant warna biru dengan aksentuasi pembatas (border) berwarna kuning begitu asri, jauh dari kesan menjemukan. Monumen Nasional berdiri tegak melahirkan ragam image yang bersifat global, jauh dari segala bentuk penyanderaan masa lalu. Dengan mencermati moto Jaya Raya, seolah kita diajak sebuah gerbang masa depan yang jelas suasana spiritualnya Jaya Raya. Begitupun Lambang Propinsi Jawa Barat, memang senjata Kujang yang cukup dominant dalam Lambang tersebut, menyandera kita ke masa lalu, tetapi motto Gemah Ripah Repeh Rapih mengimbanginya. Motto ini menjadi tekad, spirit, sekaligus identitas masyarakat dan Daerah Jawa Barat, dalam proses dinamisasi mengaktualisasikan diri untuk sejahtera, damai dan harmoni walaupun dalam tantangan globalisasi. Lambang Propinsi Bali, tampak sekali spirit keagamaannya yang terlihat pada Pura yang begitu dominant mengapit candi Pahlawan Margarana, memang ada kesan menyandera kita ke masa lalu, tetapi lagi-lagi motto “ Bali Dwipa Jaya”, Jayalah Pulau Bali. Motto ini merupakan spirit teramat kuat merefleksikan cita-cita dan harapan masyarakat dan Daerah Bali untuk secara konsepsional dan dinamis maju terus menuju ke kejayaan.
Bagaimana Lambang Propinsi Lampung, dengan mottonya “Sang Bumi Ruwa Jurai” Saya secara mendasar tidak akan mengkomentari Lambang Propinsi Lampung ini yang telah dituangkan dalam bentuk Peraturan Daerah Propinsi Lampung tentang Lambang Daerah. Tetapi saya mengajak kita mengamati dari sisi komposisi warna, visualisasi benda yang nerupakan komponen lambing, payung kuning, siger, gong, laduk, payan, padi, lada. Di mana kita melihat sebuah spirit dan tekad yang merefleksikan masyarakat dan daerah Lampung untuk mengaktualisasikan dirinya maju dan tampil di dalam tantangan globalisasi. Kita terkesan pada Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah yang berani secara tegas merobah Lambang Daerah Kabupaten Lampung Tengah, melalui Peraturan Daerah No. 20 tahun 2004, tentang Lambang Daerah dan Motto Kabupaten Lampung Tengah. Mottonya cukup atraktif Beguwai Jejamo Wawai, sebuah seruan kebersamaan yang harmoni mengajak kita untuk tampil lebih baik. Peraturan Daerah No. 20 tahun 2004 ini satu bagian penting di dalamnya, secara eksplisit menjelaskan warna payung, yang selama ini payung kuning, maka sekarang setelah ada perobahan terlihat nyata dan tegas menjadi payung putih. Apa maknanya ? Payung yang ditampilkan dalam Lambang Daerah di Lampung, adalah Payung yang disimbulkan sebagai peralatan dan kelengkapan acara Adat Kebudayaan Lampung. Bukan Payung dalam terminology Adat Kebudayaan di luar Lampung. Mungkin saja pada beberapa suku bangsa/adat kebudayaan di luar Lampung Payung dengan warna kuning, merupakan symbol tertinggi, mengalahkan payung warna lain. Menurut adat kebudayaan Lampung yang masih berlaku merupakan tradisi baku, Payung Putih merupakan alat kelengkapan adat setiap Kepenyimbangan Marga, Payung kuning merupakan alat kelengkapan adat setiap Kepenyimbangan Kampung, Payung Kuning merupakan alat kelengkapan adapt kepenyimbangan suku. Begitu juga pada kayu khara ( seperti pohon pinang yang digantungi barang-barang berhadiah untuk diambil sambil memanjat, biasa pada peringatan 17 Agustus dll, penulis) yang ditegakkan pada saat Pesta Adat (Gawi Adat) ada yang bertingkat 24, 18, 12 semua ada makna sesuai dengan tingkat marga, kampong atau suku. Kalau menggunakan payung kuning artinya Kepenyimbangan itu berada pada tingkat Penyimbang Kampung (tiuh), eksistensinya masih sebatas kampung, ulomanni uloman tiuh, undangannya undangan kampung. Berbeda dengan Payung Putih, artinya Kepenyimbangannya itu pada tingkat Penyimbang Marga, ulomanni uloman Merga, pepira Tiuh, undangannya undangan Marga dari banyak Kampung. Jadi selama ini wajar saja Lampung berada pada lapisan bawah di antara 33 Propinsi yang ada di Indonesia, karena kita merefleksikan diri pada Kepemimpinan Kampung ( payung kuning), yang terlihat secara nyata pada Lambang Daerah Propinsi Lampung. Dan bagaimana masyarakat Lampung yang meliputi ruwa jurai akan terlindungi dan terayomi secara benar oleh Pemerintah Propinsi Lampung, apabila semangatnya bukan semangat Marga, tetapi semangat Kampung. Keadaan ini secara jelas terlihat pada sikap beberapa pejabat-pejabat Lampung yang under confidence datang ke daerah-daerah untuk menerima dan mengkoleksi gelar adat Lampung. Sementara kita mengetahui secara jelas seseorang dalam lingkungan adat Lampung, akan menerima juluk ( panggilan) pada waktu anak-anak, dan Adek (Adok) yang merupakan gelar adat pada saat dia telah menikah. Yang memberikan gelar adat itu adalah Tuha Raja nya (Penyimbang Asalnya), Fihak Kelamou dari keluarga Ibu, yang merupakan matahari kehidupan (terminology adat Lampung), dan Fihak Lebu yang merupakan Kelamou dari Ayahnya dan dari keluarga fihak isterinya atau dari mertuanya, yang akan memberikan amai adek. Gelar Adat yang disandang seorang Penyimbang Marga dalam Adat Lampung Pepadun kita ketahui syah dan diakui oleh seluruh masyarakat Adat Lampung Pepadun. Karena pada waktu Gawi Marga pada saat pemberian gelar gawi itu selain dihadiri oleh para Penyimbang Marga dalam Persekutuan Adat di penerima gelar Adat, juga diragomi (dihadiri) oleh Penyimbang-Penyimbang Marga dari tempat lain dari masyarakat Adat Lampung Pepadun. Dengan demikian Drs.Hi. Nurdin Muhayat gelar Sutan Pn Sempurnajaya, Drs. Hi.Andi Achmad Sempurna Jaya gelar Sutan Sepahit Lidah Raja Asli Sempurna Jaya, Doktor Hi.Ridwan Basyah gelar Sunan Pemuka, H.AF Muaddin Yusuf gelar Sutan Ibu Margha, dan siapapun juga yang bergelar adat Lampung, pada seluruh masyarakat adat Lampung Pepadun akan dipanggil dengan panggilan gelar tersebut. Tidak perlu kami dari masyarakat Adat Abung di Kota Bandar Lampung secara khusus mengadakan acara adat untuk memberi gelar lain pada Doktor Hi.Ridwan Basyah gelar Sunan Pemuka, tetapi kami menghormati beliau sesuai dengan tata titi adat Lampung. Dan satu lagi yang harus dikritisi motto “sang bumi ruwa jurai” , ini bahasa apa ? Dalam bahasa Lampung yang diketahui, tidak ada kata “sang”, bahasa Lampung mengenal bentuk kata sandang “sai”, seperti “sai tuha” artinya “yang tua”, “sai bani” artinya yang berani, jadi “sai” itu bukan hanya berarti “satu” tetapi dia juga merupakan bentuk kata sandang yang berati “yang” Sementara “sang” itu merupakan kata sandang berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti “yang”. Barangkali dan pasti lebih menggugah dan macho apabila mottonya diubah menjadi “sai bumi ruwa jurai”. Sekali lagi saya tidak akan mengkomentari lebih jauh apakah Lambang Propinsi Lampung ini telah merefleksikan identitas, spirit, motivation, visi yang jauh kedepan, mari kita secara jujur memberikan penilaian masing-masing. Salah satu di antaranya penilaian Minak Sejati salah seorang paman saya di Ham Buyuk Gedung Meneng, mengatakan warna Lambang Daerah Lampung “rudap”, sigor siji, sigor api, bak sigor, hina bubbai ? Dari catatan kecil di atas saya ingin mengingatkan, sepanjang kita dapat menyempur nakannya, mengubah untuk perbaikan, sementara kita tahu bahwa itu adalah keliru, mengapa tidak kita lakukan penyempurnaan dan perbaikan. Dan apabila Payung Kuning dan Motto akan kita rubah, tentunya tidak menutup kemungkinan penyempurnaan total Lambang Daerah Lampung. Undang-Undang Dasar 1945saja yang tadinya amat sakral telah kita ubah beberapa kali. Pada saat Lambang Daerah Lampung diciptakan, teknologi dan informasi kita masih terbatas, belum ada internet, belum ada website lampung.go.id dan website bangoedin.com. Tahun 2005 website itu sudah ada, walaupun sepertinya tidak pernah dibuka, tidak pernah di update, visi-misi Lampung saja tidak terbaca di website itu, apalagi informasi kelulusan CPNS Propinsi/Kabupaten.